telusur.co.id - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Lolly Suhenty, angkat bicara terkait turunnya partisipasi pemilih di Pilkada Serentak 2024, termasuk di Jakarta yang hanya mencapai 46 persen.
Menurut Lolly, rendahnya partisipasi masyarakat tidak bisa dipastikan terjadi karena sikap apatis terhadap pasangan calon (paslon) yang bersaing di Pilkada.
“Saya belum bisa menyatakan demikian ya (pemilih menjadi apatis). Karena itu kan harus dilakukan survei yang memang terukur. Tapi asumsi orang bisa ke mana-mana. Termasuk (apatis terhadap pasangan calon), tidak hanya di Jakarta,” kata Lolly kepada awak media di Bintan, Kepulauan Riau, Rabu (4/12/24).
Menurutnya, hal ini harus menjadi refleksi bersama seluruh pemangku kepentingan untuk mendorong partisipasi masyarakat yang lebih baik di Pilkada berikutnya. “Jadi dalam situasi hari ini, ayo kita bersama-sama merefleksikan hal ini,” ajak Lolly.
Lolly meyakini bahwa Jakarta adalah episentrum dan tolak ukur, meskipun bukan lagi berstatus ibu kota. Oleh karena itu, fenomena rendahnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama.
“Jakarta ini menjadi sentral, ya, karena memang dia pernah berstatus ibu kota. Tetapi di daerah juga banyak fenomena serupa. Bahkan, termasuk fenomena kolom kosong yang menang, misalnya. Sehingga, dalam situasi ini, saya kira menjadi PR kita untuk sama-sama mengevaluasi,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan catatan lembaga survei Charta Politika, penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta tercatat sebesar 58 persen.
“Tingkat partisipasi yang menurun di DKI Jakarta. Di mana kemarin itu, pada tahun 2017, ada sekitar 72 persen orang yang memilih. Ada peningkatanlah pada saat itu, tetapi pertarungan hari ini menurun menjadi 58,14 persen,” kata peneliti Charta Politika, Dadang Nurjaman, di Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Dadang memperkirakan bahwa turunnya partisipasi warga disebabkan oleh isu-isu tertentu yang mendorong masyarakat untuk tidak mencoblos atau mencoblos semua pasangan calon.
“Bisa jadi karena isu-isu yang muncul, seperti mencoblos, tidak mencoblos, atau kemudian mencoblos semua. Daripada datang ke TPS kemudian mencoblos semua, mungkin saja orang itu lebih memilih untuk tidak datang ke TPS,” katanya. [Fhr]