telusur.co.id - Polisi berhasil membongkar sindikat pemalsuan uang rupiah dan mata uang asing dalam waktu tiga hari. Sebanyak 23.297 lembar uang palsu berhasil diamankan, sementara delapan pelaku, termasuk otak utama, ditangkap di beberapa lokasi berbeda.
Kasus ini terungkap setelah masyarakat melaporkan tas mencurigakan yang tertinggal di gerbong KRL jurusan Rangkasbitung pada 7 April 2025. Polisi yang bergerak cepat menemukan uang palsu senilai Rp 316 juta di dalam tas tersebut dan langsung mengamankan seorang pria yang membawanya.
Kapolsek Metro Tanah Abang, Kompol Haris Akhmad Basuki menjelaskan, pengembangan kasus ini mengarah ke empat lokasi, yakni Mangga Besar, Subang, dan Bogor. Penggerebekan di lokasi terakhir mengungkap tempat produksi uang palsu di sebuah rumah kontrakan.
"Dalam waktu tiga hari kami berhasil mengungkap jaringan ini secara tuntas. Ini kerja keras, kerja cerdas, dan kerja cepat tim kami. Total ada 23.297 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang kami amankan," ujar Haris, dalam keterangannya, Kamis (10/4/25).
Delapan tersangka yang ditangkap yakni AI (30), MH (23), AP (27), DS (21), AA (22), MR (28), DA (26), dan DNS (41), yang merupakan pelaku utama. DNS diketahui mencetak uang palsu dengan menggunakan peralatan canggih di kontrakannya.
Dari penggerebekan, polisi menyita 15 lembar uang palsu pecahan 100 dolar AS, 21 unit printer, laptop, alat potong kertas, mesin sablon, screen, dan berbagai bahan kimia tinta. Sindikat ini beroperasi dengan sistem pemesanan, di mana pelanggan membayar Rp10 juta untuk modal dan mendapatkan uang palsu senilai Rp 300 juta.
Perwakilan Bank Indonesia, Aswin Kosotali, menegaskan uang palsu yang ditemukan memiliki kualitas buruk.
"Dari pengamatan kami, uang palsu ini sangat mudah dikenali. Fitur keamanan seperti benang pengaman, tinta berubah warna, dan tanda air tidak ditemukan. Dengan metode 3D, dilihat, diraba, diterawang, masyarakat bisa langsung tahu bahwa ini bukan uang asli," ujarnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka kini dijerat dengan Pasal 26 ayat (3) jo Pasal 36 ayat (3) UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta Pasal 244 dan 245 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. (Prt)