telusur.co.id - Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut pembelian kapal tongkang oleh Pertamina International Marketing & Distribution Pte. Ltd. (PIMD).
PIMD adalah salah satu anak perusahaan dari PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero).
PIMD lahir pada bulan Agustus 2019, dan beroperasi di singapura. Dan PIMD didiberi mandat dalam menjalankan bisnis kargo dan bunker trading di kawasan Asia Pasifik.
“Namun baru 5 tahun beroperasi bukan untung yang didapat, malahan dapat buntung. Bukanya menambah potensi peneriman negara, malahan bikin tekor keuangan negara,” kata Uchok kepada wartawan, Sabtu (1/6/24).
Menurut Uchok, perusahaan PIMD benar-benar tidak bermanfaat kepada negara. Pasalnya, baru 5 tahun operasi sudah ditemukan potensi kerugian negara.
“Ini perusahaan betul-betul tidak menguntungkan buat rakyat Indonesia. Meskipun PIMD diharapkan menjadi ujung tombak dalam melakukan ekspansi bisnis hilir ke wilayah regional dan internasional,” ungkap Uchok.
Uchok menjelaskan, potensi kerugian negara yang ditemukan dalam pembelian atau belanja 3 unit kapal tongkang (barge) bekas (secondhand) kepada Hong Lam yang bernama MT Eager, MT Isselia, dan MT Zemira.
“Dari 3 unit kapal bekas ini, indikasi kerugian PIMD sebesar US$20,08 juta,” terangnya.
Dari adanya potensi kerugian negara sebesar US$20,08 juta ini, CBA meminta kepada Kejaksaan Agung untuk membuka penyelidiki atas pembelian 3 unit kapal tongkang (barge) bekas (secondhand) oleh PIMD.
“Dan dalam penyelidikian Kejaksaan Agung nanti, diharapkan mengandeng BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk membongkar kasus dugaan korupsi pembelian 3 unit kapal tongkang (barge) bekas (secondhand),” ujarnya.
Dijelaskan Uchok, alasan harus diikutsertakan BPK dalam penyelidikan ini karena BPK dalam auditnya menemukan ada indikasi pengaturan dalam pemilihan konsultan appraisal. “Hal ini mengakibatkan tidak sesuai dengan tujuan investasi untuk mendapatkan license sebagai Bunkering Supplier dan memiliki keekonomian investasi negatif,” punkas Uchok. [Prt]