Dekat dengan Iran, Alasan Israel Perangi Jihad Islam Palestina  - Telusur

Dekat dengan Iran, Alasan Israel Perangi Jihad Islam Palestina 

Komandan IRGC Iran Hossein Salami (kiri) bertemu dengan Sekjen Jihad Islam Ziad al- Nakhala di Teheran, Iran, Sabtu (6/8/22).

telusur.co.id - Sudah menjadi rahasia umum bahwa gerakan perlawanan Jihad Islam Palestina (PIJ) menjalin hubungan erat dengan Iran, dan secara ideologis lebih dekat dengan negara republik Islam itu dibandingkan dengan Hamas yang berbasis di Gaza, meskipun keduanya sama-sama menerima dana dan senjata dari Teheran.

PIJ juga dikenal lebih militan. Berbeda dengan Hamas, PIJ memilih untuk tidak melibatkan diri dalam proses politik. Sebaliknya, mereka berkomitmen sepenuhnya untuk perjuangan bersenjata melawan pendudukan militer Israel dan mencita-citakan pembentukan negara Palestina merdeka.

PIJ bersikeras untuk bertindak secara independen dari gerakan Hamas yang berkuasa di Gaza, dan melakukan serangan terhadap Israel tanpa persetujuan resmi dari Hamas atau markas komando gabungan.

Terlepas dari alasan, kepentingan, atau motifnya, Iran di era kontemporer adalah pendukung utama gerakan pembebasan nasional Palestina melalui perjuangan bersenjata. Para pejabat Hamas dan PIJ mengakui dukungan Teheran setelah perang “Pedang Al-Quds” pada tahun lalu, yang oleh kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh disebut sebagai “latihan pembebasan Palestina.”

Haniyeh juga mencatat bahwa Iran sejauh ini merupakan donor terbesar gerakan tersebut, setelah mengirim $70 juta ke Hamas untuk membantu mengembangkan persenjataannya.

Hinayeh telah menggulirkan rekonsiliasi Hamas dengan Iran setelah berselisih terkait dengan krisis Suriah dan, belakangan ini dia memutuskan untuk memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah.

Sedangkan PIJ sejak awal mempertahankan kantor pusatnya di Damaskus, ibu kota Suriah, dan ini menandakan kedekatannya dengan Iran dan peran pentingnya dalam Poros Resistensi.

Israel mengetahui hubungan yang saling menguntungkan antara PIJ dan Iran, dan tahu bahwa serangan terhadap PIJ justru berpotensi memicu keterlibatan Iran secara lebih jauh di Palestina.

Salah satu masalah keamanan terbesar bagi rezim apartheid Zionis itu adalah proliferasi senjata dan teknologi militer Iran di tengah faksi-faksi pejuang Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk PIJ, yang eksis di sana, terutama di Jenin, Tulkarem dan Hebron.

Dalam dua konteks itu, Israel berharap serangannya terhadap PIJ akan dapat mengusik pengaruh Iran di Palestina sekaligus menjaga Tepi Barat bebas dari senjata yang akan mengubah keadaan.

Pasukan Israel menangkap tokoh senior PIJ Bassam Al-Saadi di Tepi Barat pekan lalu. Penahanan dan pemukulan terhadap Al-Saadi memancing reaksi PIJ  hingga gerakan ini menuntut pembebasan al-Saadi dan bahkan juga pembebasan tahanan Khalil Al-Awawdeh yang melakukan mogok makan panjang untuk memrotes penahanan dirinya tanpa dakwaan dan proses pengadilan.

Israel pada Jumat lalu lantas menggunakan reaksi itu sebagai kesempatan untuk menyerang seorang komandan senior PIJ di Gaza, Tayseer Al-Jabaari, dengan dalih bahwa dia merencanakan serangan segera terhadap Israel.

Agresi militer yang dikutuk secara luas terhadap Jalur Gaza yang padat penduduk mengakibatkan terbunuhnya beberapa tokoh PIJ lainnya serta warga sipil, termasuk anak-anak dan wanita.

Sementara Israel melakukan “tindakan agresi yang mencolok” – seperti yang disebutkan oleh Pelapor Khusus PBB di Palestina- Sekjen PIJ, Ziyad Al-Nakhalah, berada di Teheran di mana ia bertemu dengan para pejabat senior Iran, termasuk Presiden Ebrahim Raisi dan Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, penasihat utama Pemimpin Tertinggi Ali Akbar Velayati.

Dia juga menemui panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, yang telah memperingatkan bahwa Israel “akan membayar harga mahal lain atas serangan dan kejahatan terbarunya”.

Presiden Raisi menegaskan bahwa dukungan kepada perjuangan dan resistensi Palestina sudah menjadi kebijakan definitif Iran. Al-Nakhalah pun mengapresi kebijakan Iran ini.

“Hari ini, kubu resistensi Palestina memiliki kehadiran yang kuat di Gaza dan kehadiran yang menonjol di Tepi Barat, yang di masa depan akan menyebabkan peningkatan tekanan terhadap rezim Zionis dan perubahan perimbangan di Palestina, dan pencapaian ini telah diraih berkat dukungan Republik Islam Iran,” ungkap Al-Nakhalah.

Saat menanggapi agresi Israel di Gaza, dia bersumpah untuk membalas, termasuk dengan menyerang Tel Aviv, dan PIJ pun telah menunaikan sumpahnya itu.

Menariknya, Al-Nakhalah kali ini mengendalikan PIJ dari Teheran, sebuah perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik Palestina-Israel.

Selama serangan gencar terhadap Gaza, Israel berhati-hati dalam mengincar tokoh dan fasilitas PIJ agar tak salah menyasar Hamas atau faksi lainnya. Israel tidak ingin memperluas skala konflik, namun juga mencerminkan besarnya tekanan yang dialami kaum Zionis akibat dukungan Iran kepada PIJ, organisasi perlawanan Palestina yang paling revolusioner.

Al-Nakhalah telah menyerukan sebuah front persatuan, yang direspons dengan baik di Libanon di mana Hizbullah mengancam akan campur tangan. Namun, Hamas sejauh ini menghindari untuk terlibat, mungkin karena alasan pragmatis atau administratif, atau mungkin juga karena belum pulih sepenuhnya dari kondisi pasca perang pada tahun Mei lalu.

Perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir sekarang sedang berlangsung di Gaza, yang dilaporkan mencakup pembebasan al- Saadi dan Awawdeh sebagai syarat, meskipun tidak pasti apakah keduanya akan benar-benar terwujud.

Alhasil, Israel memilih membidik PIJ dalam upanya menghadapi sepak terjang Iran di Palestina, namun strategi demikian berisiko memancing kekompakan faksi-faksi pejuang dan memicu konflik multi-front jika Hizbullah memutuskan untuk terlibat. [LI]
 


Tinggalkan Komentar