telusur.co.id - Negara bisa mengambil sikap otoriter demi mengamankan kepentingan yang lebih besar dalam menghadapi aksi demonstrasi yang diwarnai praktik anarkisme.
Hal tersebut dikatakan Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan pada Senin (12/10/2020).
"Negara harus tegas menghadapi aksi-aksi anarkisme dalam demonstrasi, bisa saja bersikap otoriter untuk kepentingan publik yang lebih besar, itu boleh saja dilakukan," kata Johanes.
Johanes menuturkan bahwa hal itu berkaitan aksi demonstrasi di berbagai daerah di Tanah Air untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang diwarnai dengan anarkisme berupa kekerasan dan pengerusakan.
Sikap otoriter ini bukan untuk melindungi penguasa agar kekuasaan sekarang ini bisa berjalan langgeng tetapi untuk kepentingan rakyat secara luas.
"Walaupun secara politik itu merugikan tetapi tindakan otoriter, represif, diperlukan untuk mencegah kerusakan-kerusakan," ujarnya.
Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan pemerintah sudah membangun berbagai fasilitas publik dengan biaya yang mahal lalu seketika dirusak segelintir orang tentu sangat merugikan banyak orang.
Pemerintah harus menganggarkan kembali untuk perbaikan fasilitas tersebut, sementara masih banyak pembangunan di daerah lain yang belum terjangkau, katanya.
"Sehingga harus ditindak tegas sampai -- kalau aturan memperbolehkan-- tindakan lebih tegas berupa penegakan hukum dengan menangkap dan memproses pelaku sampai kepada dalang dari kegiatan demonstrasi," katanya.
Tuba Helan menegaskan para pelaku anarkisme dalam demonstrasi perlu diproses hukum secara tegas agar menimbulkan efek jera.[Fhr]