telusur.co.id - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie meyakini, semua orang pasti memiliki kepentingan. Tak terbatas pada individu, tapi juga kelompok, golongan, hingga partai politik.
"Orang berbeda pendapat itu karena kepentingan, semua orang, sudahlah kita akui saja, semua pribadi punya kepentingan," kata Jimly dalam sidang pendahuluan pemeriksaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi di Gedung MK, Gambir. Jakarta Pusat, Rabu (1/11/23).
Pernyataan itu dia sampaikan sekaligus untuk menanggapi pihak pelapor yang
yang keberatan dengan pembacaan putusan pada 7 November 2023. Pelapor mempertanyakan kenapa MKMK harus buru-buru memutus sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi ini.
Jimly menjelaskan, alasan apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat dalam pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik tersebut. Salah satunya yaitu konflik kepentingan.
Kendati ada perbedaan pendapat, menurut Jimly, hal itu bisa selesai dengan adanya proses komunikasi.
"Nah, itu pasti berbeda pendapatnya. Itu namanya penalaran yang didorong oleh kepentingan. Tapi kalau bertemu, dimusyawarahkan, kita bicara tentang kepentingannya lebih besar, lebih luas. Ketemu pak perbedaan itu," jelas Jimly.
Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menanggapi penolakan Koordinator Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus soal jadwal putusan MKMK.
Dalam sidang pendahuluan yang digelar hari ini, Petrus meminta agar MKMK memberi waktu dan tidak memutus perkara dugaan pelanggaran etik hakim pada 7 November 2023.
Jimly menjelaskan bahwa keputusan tersebut harus menyesuaikan tahapan pemilu di KPU RI. Sebab, sejumlah terlapor meminta agar putusan ditetapkan sebelum penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Jadi, kalau dibuat majelis baru tanpa melibatkan hakim terlapor, itu bisa berubah putusannya. Kalau itu terjadi tetapi pencapresannya sudah selesai, itu kan enggak bisa lagi mengubahnya," ujar dia.
Sebab, putusan MKMK ini nantinya berkemungkinan bisa mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minmal capres dan cawapres.
"Pelapor Denny Indrayana itu minta supaya dipercepat sebelum tanggal 8 (November). Kami runding, masuk akal itu," kata Jimly.[Fhr]



