telusur.co.id - Ujian Doktor Terbuka Program Studi Pengembangan SDM Pascasarjana Universitas Airlangga, Nyigit Wudi Amini, S.Sos, M.Sc. dilaksanakan di Sekolah Pascasarjana Lt. II, Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Selasa, (30/7/2024).
Sekretaris BKKBN Provinsi Jawa Timur, Nyigit Wudi Amini sekaligus Plt Kepala BKKBN Kalsel berhasil lulus dengan predikat sangat memuaskan usai memaparkan Disertasi berjudul “Adaptasi Pengembangan Diri sebagai Upaya Mencapai Resilience (Studi Kasus Pelaku Perkawinan anak di Kabupaten Malang)” di hadapan tim penguji.
Dalam disertasinya, Nyigit mengidentifikasi 10 (sepuluh) proses pengembangan diri yang dilakukan para pelaku perkawinan anak untuk mencapai ketahanan (resilience). Proses tersebut meliputi pola pikir berkembang; perencanaan kehidupan pasca pernikahan; mengembangkan visi hidup; menetapkan kriteria keberhasilan; penilaian diri; refleksi diri; menantang diri keluar dari zona nyaman; mentoring; mempertahankan keteguhan dan pengembangan minat.
Di samping itu, Nyigit menyebut adanya dukungan sosial (social support) dari suami dan keluarga seperti orang tua dan mertua dan orang dekat dalam bantuk material maupun spiritual juga sangat berperan dalam proses pengembangan diri.
“Dari semua komponen tersebut, ada 3 hal utama yang paling dominan atau menonjol yaitu having a growth mindset, planning dan self challenge. Di luar itu, untuk berhasil mengembangkan diri sampai mencapai resilience itu ada social support,” ujarnya.
Satu komponen yang perlu menjadi perhatian yaitu mentoring. Walaupun tidak menjadi hal yang dominan, lanjut Nyigit, adanya mentoring melalui pelatihan-pelatihan dari kelompok masyarakat, stakeholder seperti merias atau beternak dan lainnya, menjadi penting bagi mereka. Karena setiap orang punya hak yang sama, walaupun dari kelompok yang termarginalkan mereka punya hak yang sama untuk mengembangkan diri.
Beberapa rekomendasi dicatat Nyigit dalam menyikapi pernikahan anak. Antara lain dengan memperketat dispensasi nikah, hanya untuk kondisi khusus dan bila tidak diberikan akan memberikan efeknya akan luar biasa. Nyigit kemudian menambahkan perlunya peningkatan pembinaan catin.
“Harus ada edukasi catin secara khusus diberikan pembekalan untuk pengembangan diri yang harus mereka lalui untuk mencapai resaillences untuk mencapai ketahanan sampai akhir. Ada pembinaan catin, melalui pendekatan khusus, khusus untuk mereka,” jelasnya.
Satu hal yang digarisbawahi Nyigit, bahwa disertasi ini menjadi pembuktian ilmiah, pelaku pernikahan dini untuk berhasil melakukan pengembangan diri prosesnya tidaklah mudah.
“Dramanya luar biasa. “Mereka butuh waktu, effort dan tantangan yang luar biasa. Maka Ini sekaligus menjadi warning, hati-hati jangan menikah di usia anak, jadi penguatan pendewasaan usia perkawinan tetap dilakukan. Di sisi lain, mereka yang terlanjur menikah dini negara harus hadir di sana,” tegasnya.
Ia lalu menekankan pentingnya upaya mencegah pernikahan anak.
“Dari pelaku pernikahan dini, yang sukses hanya 20 persen. Ini membuktikan tidak banyak yang bisa bertahan. Pemerintah melalui BKKBN, salah satunya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) dengan rumus 21 bagi wanita dan 25 bagi pria perlu dikuatkan digencarkan,” papar Nyigit.
Kepala BKKBN Jawa Timur, Dra. Maria Ernawati, M.M. yang hadir pada kesempatan tersebut mengatakan, hasil disertasi ini akan menjadi referensi kegiatan bagi kelompok yang termarjinalkan khususnya remaja yang menikah dini.
“Sangat menarik kajian bu Nyigit. Sebagai pengelola program, ini akan jadi referensi pada kegiatan untuk kelompok yang termarjinalkan khususnya remaja yang melakukan nikah dini sehingga mereka bisa mengaktualisasi diri lagi. Ini penting bagi kami BKKBN untuk mewujudkan keluarga berkualitas di Jawa Timur dan di Indonesia,” tukas Maria. (ari)