Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan tidak terima dituding tidak adil dalam menjalankan tugas penyelenggara pemilu karena lembaganya terlihat hanya memproses kepala daerah yang dekat dengan calon presiden-wakil presiden Prabowo-Sandi.
“Tidak benar,” Abhan dalam rapat kerja komisi II DPR RI, Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/1/19).
Menurut Abhan, lembaga yang dipimpinnya itu, selalu merespon pengaduan-pengaduan dugaan pelanggaran tanpa melihat pendukung pasangan calon mana. Salah satu buktinya, di wilayah Aceh salah satu pendukung petahana disidang.
“Yang di Aceh kita proses. Tapi, tidak terbukti telah memasilitasi salah satu pasangan calon,” ungkapnya.
Kasus yang dituduhkan Bawaslu tidak adil adalah pada kasus kepala desa Sampang Agung, Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Suhartono alias Nono. Saat ini sedang ditahan di Lapas Klas IIB Mojokerto. Sejak 19 Desember 2018 hingga dua bulan kedepan karena terbukti bersalah mendukung calon wakil presiden no urut dua, Sandiaga Uno.
Serta kasus, pose dua jari yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menghadiri acara partai Gerindra di Bogor.
Untuk kasus Suhartono alias Nono, disebutnya, sang Kades Mojokerto itu, memang terbukti bersalah sehingga harus diberikan sanksi.
Untuk kasus Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Abhan dengan tegas juga membantah ada upaya Bawaslu untuk menganulir atau mengulur-ulur waktu, pemeriksaan.
Dikatakannya, alasan sampai saat ini Bawaslu belum memutuskan dari kasus Anies karena pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti. “Kami tidak dalam memperpanjang atau membuat opini. Kami saat ini, masih dalam mengumpulkan bukti,” jelasnya.
Tidak itu saja, Abhan juga meyakinkan, Bawaslu dalam memproses kasus Anies ini, masih dalam waktu yang wajar atau kurang dari 14 hari. “Kita mempunyai waktu 14 hari untuk memutuskan. Ini masih sesuai dengan waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti,” ungkapnya kembali. (ham)