(Refleksi Hari Buruh 1 Mei 2023)
Oleh: Suroto*
DOGMA tiga pilar utama tentang cara membangun dunia menjadi kampanye luas: People, Planet, Profit (PPP). Terjemahan bebasnya pembangunan dunia ini diminta untuk perhatikan aspek peranan manusia sebagai subyek, perhatikan keselamatan lingkungan dan yang terakhir tetap mengambil keuntungan atau profit.
Kita selama ini disuruh menghafal dogma trimatra PPP tersebut. Melalui berbagai forum diskusi, seminar, paket kebijakan internasional. Semua organisasi bisnis dan masyarakat sipil diminta untuk menempelkanya sebagai template atau platform standard presentasi dan bahan kampanye.
Pembangunan diserukan agar perhatikan keselamatan lingkungan, manusia tidak boleh dialeniasi dari pembangunan. Namun kedua hal tersebut tentu sulit diwujudkan karena pengejaran terhadap profit, keuntungan tetap terus ditegakkan.
Sebab apa? sebab pengejaran keuntungan, profit oriented itu abai terhadap soal penting keselamatan lingkungan, dan aleniasi pada manusia. Tiga pilar itu sifatnya contradictio in terminis. Saling bertentangan.
Guru besar para kapitalis Milton Friendman katakan satu hal penting; hanya satu tanggung jawab perusahaan, korporasi itu ialah mengejar keuntungan atau profit.
Jadi, jikapun mereka itu kita minta untuk mengambil tanggung jawab kemanusiaan, maka mereka hanya akan membuat aktifitas charity, karitas yang mendekte. Jikapun mereka kita minta untuk tanggung jawab terhadap soal kemanusiaan, maka mereka tetap akan dengan mudah menutup opini dunia dengan iklan bahwa mereka telah perhatikan gaji yang layak untuk kemanusiaan kepada para pekerja perusahaan mereka.
Sistem kapitalisme yang bertumpu pada tiga pilar penting: persaingan bebas, pemilikan individu tanpa batas, dan pengejaran keuntungan tetap berjalan. Sistem kapitalisme yang memberikan motivasi besar dan fasilitasi terhadap keserakahan ini tentu tidak akan mungkin dapat kita harapkan untuk perhatikan aspek kemanusiaan dan keselamatan lingkungan. Dunia tak cukup untuk memenuhi keserakahan mereka.
Kita dapat lihat dengan gamblang, pertemuan-pertemuan nasional maupun internasional untuk membahas upaya penurunan gas emisi menjadi tak berguna. Perilaku industri korporat kapitalis yang mengancam lapisan ozon, pembabatan hutan secara masif, tetap terus terjadi. Sampai ranah individupun, orang-orang kaya itu bahkan perilaku konsumsinya tak menunjukkan sedikitpun kesadaran untuk mengurangi jejak karbon mereka. Mereka itu tetap naik mobil pribadi, membuat rumah rumah besar, mengkonsumsi barang barang olahan dengan boros, berplesiran kesana kemari, penyumbang peningkatan gas emisi serius yang sesungguhnya.
Lucunya lagi, dari konferensi yang dilakukan dan pembahasan serius soal keselamatan lingkungan dan planet ini tidak pernah kita dengar dari perspektif para penyelamat alam serius seperti masyarakat adat misalnya.
Mereka yang selalu menjaga hutan, tidak berkendaraan kesana kemari, makan makanan yang sangat kecil jejak karbonnya tidak pernah terlibat dalam pembicaraan. Mereka kalaupun diundang hanya untuk dijadikan legitimasi politis.
Korporasi dengan kekuatan akumulasi profit, dan penumpukan kekayaan tanpa batas itu tak hanya telah mempengaruhi isi keputusan untuk menghentikan kerusakan planet ini, tapi bagaimana keputusan itu tetap dapat memperbesar bagi keuntungan mereka. Isu green ekonomi dihembuskan tapi di belakangnya sebetulnya hanya satu hal motifnya: keuntungan.
Itu tentang planet, tentang penyelamatan lingkungan dan kehidupan ini. Belum lagi terhadap soal People, soal manusia dan kemanusiaan. Pembangunan yang memanusiakan manusia dan tidak mengaleniasi mereka yang lemah dimana-mana hanya menjadi omong kosong. Tidak ada keseriusan sama sekali dalam setiap keputusan bisnis yang diambil untuk berubah.
Masyarakat adat, orang miskin di kota-kota, dan bahkan orang-orang desa jadi korban penggusuran dari sebuah perluasan pembangunan bisnis mereka. Mereka bahkan digebuk aparat yang berkongkalikong dengan pemilik korporat. Kejahatan perusahaan tambang dan perkebunan monokultur terus meningkat dimana-mana.
Kita saat ini sedang menghadapi krisis dunia. Krisis lingkungan dan krisis kemanusiaan. Tentu tak ada cara lain yang dapat kita lakukan kecuali berbicara dengan anak-anak muda, pemilik masa depan planet ini.
Mereka harus kita ajak untuk menghapus sumber masalah besar dari kegagalan pembangun yang bertumpu pada People, Planet, Profit (PPP).
Kita harus minta mereka, anak anak muda itu secara serius untuk memblokadenya dengan gantikan rezim pengejaran profit itu dengan rezim benefit. Rezim yang berorientasi kecukupan bukan turuti keserakahan, suatu rezim yang tempatkan manusia sebagai subyek setara, suatu rezim yang jadikan alam/ planet ini sebagai rumah bersama.
Mereka harus kita minta secara serius untuk merebutnya dengan cara menggantikan sistem perusahaan. Gantikan korporasi kapitalis itu agar tidak otoriter berada di bawah kendali satu atau segelintir investor semata. Kita harus minta anak-anak muda itu untuk dorong demokratisasi perusahaan agar setiap buruh juga punya hak suara di perusahaan.
Selamat hari buruh! Buruh sedunia bersatulah![***]
*) Rakyat Jelata