telusur.co.id - Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad menegaskan penguatan Lembaga Dewan Perwakilan Daerah melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sulit untuk diwujudkan. Hingga kini, banyak masalah yang masih menghambat wacana perubahan UUD NRI Tahun 1945. Bahkan, dalam sebuah kesempatan, Presiden Joko Widodo sempat mengungkap keberatannya terkkait rencana amandemen, minimal selama masa pemerintahannya. Meskipun, Presiden juga setuju perlunya penguatan terhadap Lembaga DPD.
Disisi lain, DPD mengehendaki adanya peningkatan peran dan fungsi dalam memperjuangkan aspirasi daerah. Dewan Perwakilan daerah juga berharap menjadi Lembaga negara yang lebih berwibawa, khususnya saat berada di daerah. Karena itu, kemudian munculah ide untuk melakukan penguatan DPD, tanpa melakukan amandemen terhadap konstitusi.
“Idealnya, penguatan Lembaga DPD, dilakukan dengan mengubah UUD NRI 1945, sebagaimana harapan anggota. Tetapi, cara itu hampir mustahil bisa dilakukan dalam waktu dekat. Karena itu, harus dicari cara lain agar wacana penguatan DPD bisa dilakukan meski tanpa mengubah UUD. Karena itu, kita berkumpul di sini untuk mendengar masukan dari semua yang hadir agar bisa kita rumuskan, dan tawarkan sebagai sebuah solusi,” kata Fadel Muhammad menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Prof. Dr. Ir. H. Fadel Muhammad, saat membuka Focus Group Discussion dengan tema Penguatan Lembaga Negara DPD RI Tanpa Mengubah UUD NRI Tahun 1945. Acara tersebut berlangsung di Ruang GBHN Gedung Nusantara V Komplek MPR DPR dan DPD RI, Kamis (13/7/2023).
Focus Group Discussion menghadirkan narasumber tunggal Benediktus Hestu Cipto handoyo, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Beberapa anggota DPD selaku pemakalah pendamping juga turut hadir. Antara lain, H. Ahmad Kanedi, SH., MH, Angelius Wake Kako S. Pd. M.Si, Ir. H. Djafar Alkatiri, MM. M.Pd.l. Habib Ali Alwi, Matheus Stefi Pasimanjeku serta Mamberop Y Rumakiek.
Salah satu kewenangan yang bisa digunakan untuk memperkuat fungsi dan tugas DPD menurut Fadel antara lain adalah keterlibatan Anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam pengurusan dana transfer daerah yang nilainya mencapai Rp. 800 triliun. Juga dana bagi hasil yang selama ini kurang mendapat perhatian anggota DPD.
“Dulu, waktu Ketua DPD di pegang Pak Ginandjar Kartasasmita kita sering mengundang seluruh gubernur, untuk bertemu dan membicarakn masalah-masalah yang ada di daerah, untuk diteruskan ke pemerintah. Ini juga bisa kita lakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada di daerah, juga meningkatkan wibawa DPD,” kata Fadel lagi.
Pendapat serupa disampaikan Benediktus Hestu Cipto handoyo. Menurutnya penguatan Lembaga DPD tidak melulu harus dilakukan melalui amandemen UUD. Apalagi, dibanding negara-negara lain di dunia, fungsi dan tugas DPD relatif lebih kuat. Karena itu pilihan penguatan Lembaga DPD tanpa amandemen adalah sesuatu yang bijaksana.
“Saat ini, antara DPR dan DPD sudah terjalin relasi, partnership dan kolaborasi cukup baik. Tinggal, bagaimana internal DPD menentukan akar masalah dan menemukan bagian mana yang sudah baik dan mana yang belum. Kalau kita mau konsentrasi saja ke Dana transfer daerah, dana bagi hasil, dan dana perimbangan daerah misalnya, itu bisa membuat keberadaan DPD semakin diperhitungkan,” ungkap Benediktus
Apalagi, kata Benediktus putusan MK No 92/PUU-X/2012 memberi ruang yang cukup kepada DPD agar bisa terlibat sebagaimana DPR. Hanya saja, hingga saat ini putusan tersebut belum dilaksanakan. Dan itu membuat fungsi serta peran DPD terkesan tidak berubah. Sehingga keberadaannya masih dipandang sebelah mata.