Telusur.co.id -Oleh : Ikrima Maulida, Akademisi Universitas Samudra.
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah bahasa daerah terbanyak di dunia. Negara Indonesia memiliki 748 bahasa daerah yang sebagian besar masyarakat menggunakannya sebagai bahasa Ibu (Ratumanan Stelie D, dkk, 2022). Bahasa daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang memperkuat jati diri bangsa. Bahasa daerah sebagai bahasa ibu merupakan bahasa pengantar yang menjadikan setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas kebudayaannya tersendiri, inilah yang membedakan hampir di setiap pulau di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke menjadi istimewa dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Bahasa Daerah, Kekayaan Ragam Indonesia
Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan sebagai penghubung intra masyarakat di samping bahasa Indonesia serta digunakan pula sebagai saran pendukung sastra dan budaya (Budiyanto dalam Tiopiolina, 2023). Bahasa daerah di Indonesia sangat beragam dan banyak. Bahasa daerah merupakan aset berharga suatu bangsa dan merupakan salah satu kekayaan ragam Indonesia. Bahkan setiap suku memiliki bahasa daerah yang berbeda walaupun mereka berada di daerah yang sama. Bahasa daerah dapat dikatakan sebagai citra suatu masyarakat yang berdikari dalam kehidupan. Bahasa daerah memuat kearifan suatu masyarakat pula. Ada nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam bahasa daerah.
Eksistensi penutur bahasa daerah dari masa ke masa kian berkurang. Kondisi tersebut selaras dengan era global dan modernisasi. Saat ini, paradigma masyarakat abad 21 menilai bahwa bahasa asing memiliki prestise lebih tinggi dibandingkan bahasa nasional dan bahasa daerah (Widianto Eko, 2018). Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan modern telah menggerus eksistensi bahasa daerah. Akan tetapi, adanya pemertahanan bahasa daerah juga menjadi langkah strategis dan efektif dalam membendung kondisi yang memprihatinkan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu banyak anak yang tidak mengenali bahasa daerahnya masing masing. Kepunahan bahasa daerah terjadi satu demi satu yang akan mengakibatkan bahasa daerah tinggal cerita atau sejarah saja (Munawaroh Hidayatu, dkk, 2022).
Upaya Revitalisasi Bahasa Daerah
Revitalisasi bahasa daerah adalah hal yang penting dilakukan. Revitalisasi daerah secara umum diartikan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan bahasa daerah melalui pewarisan bahasa daerah kepada generasi muda untuk mendorong penggunaannya dalam komunikasi yang beragam sehingga daya hidup bahasa daerah tersebut pada taraf aman dan ditransmisikan dengan baik (https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/). Hal ini dikarenakan agar bahasa daerah itu tidak punah.
Suatu bahasa dapat dikategorikan terancam punah apabila bahasa itu semakin sedikit digunakan dalam kegiatan sehari-hari sehingga kehilangan fungsi sosial atau fungsi komunikatifnya (Lewise, dkk, 2015). Semakin kecil ranah penggunaan bahasa dalam masyarakat akan mempengaruhi persepsi pengguna bahasa.
Kepunahan bahasa daerah dipegaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) pengaruh bahasa mayoritas adalah jumlah penutur yang menggunakan bahasa daerah, (2) keadaan penutur yang bilingual atau bahkan multilingual, (3) pengaruh perkembangan zaman, (4) pengaruh peindahan penduduk (migrasi), (5) pengaruh perkawinan antar suku. Interaksi sosial ataretnik dalam berkomunikasi dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan punahnya bahasa daerah, (6) pengaruh bencana alam, (7) kurangnya minat penutur terhadap penggunaan bahasa daerahnya sendiri, dan (8) kurangnya intensitas dalam komunikasi menggunakan berbahasa daerah dalam berbagai ranah khususnya dalam ranah rumah tangga (Abdin dalam Tiopiolina, 2023). Menurut Harrison (dalam Aziz, 2020), ada tiga kerugian besar yang disebabkan oleh hilangnya suatu bahasa, yaitu hilangnya pengetahuan, hilangnya warisan budaya, serta terhambatnya pengungkapan daya nalar manusia.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) sebagai upaya menggencarkan revitalisasi bahasa daerah yang menyasar generasi muda. Festival ini merupakan media apresiasi kepada para peserta program revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang mulai dari sekolah atau komunitas belajar di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi (https://www.kemdikbud.go.id/).
Bahasa daerah yang menjadi objek Revitalisasi Bahasa Daerah adalah bahasa daerah yang sudah diidentifikasi dan dipetakan dalam Peta Bahasa yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa (https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/). Menteri Kemdikbudristek, Nadiem Makarim mengatakan bahwa “Kebinekaan adalah kekayaan terpenting yang kita punya. Itu harus kita rayakan dan sosialisasikan. Salah satunya dengan FTBI ini. Festival Tunas Bahasa Ibu diharapkan dapat memberikan akses bagi para partisipan sehingga nantinya akan semakin bangga menggunakan bahasa daerah” (https://www.kemdikbud.go.id/).
Dukungan revitalisasi bahasa daerah disampaikan oleh novelis Dewi Lestari. Menurutnya, bahasa daerah adalah ciri kepribadian, karakter, serta kebanggaan kita sebagai sebuah bangsa. “Mari kita lestarikan bahasa daerah khususnya bagi generasi muda, karena di tangan kita bahasa daerah bisa bertahan dan semakin jaya,” pesannya (https://www.kemdikbud.go.id/).
Sebagai generasi muda sudah seharusnya kita turut bangga dan melestarikan bahasa daerah. Dengan adanya Festival Tunas Bahasa Ibu adalah wujud konkret hadirnya Pemerintah untuk melestarikan juga mrevitalisasi bahasa daerah.