Guru Besar UNAIR Patenkan Pelat Dada Modifikasi untuk Terapi Pasien Dada Cekung - Telusur

Guru Besar UNAIR Patenkan Pelat Dada Modifikasi untuk Terapi Pasien Dada Cekung

Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR melalui Guru Besar Bedah Toraks Kardiovaskular, Prof. Dr. dr. Med. Puruhito, SpB, SpBTKV, Subsp. VE (K). Foto: Istimewa.

telusur.co.id -Universitas Airlangga (UNAIR) terus melahirkan inovasi di bidang kesehatan. Salah satunya datang dari Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR melalui Guru Besar Bedah Toraks Kardiovaskular, Prof. Dr. dr. Med. Puruhito, SpB, SpBTKV, Subsp. VE (K), yang berhasil mematenkan inovasi Pelat Dada Modifikasi untuk pengobatan pasien dengan kondisi dada cekung (pectus excavatum).

Prof. Puruhito, yang akrab disapa Prof Ito, menjelaskan bahwa inovasi yang dipatenkan tersebut dirancang sebagai solusi pengobatan yang lebih terjangkau bagi pasien. Selama ini, penanganan dada cekung umumnya menggunakan teknik Nuss Procedure yang membutuhkan biaya sangat tinggi.

“Saya tentu sangat bangga dengan inovasi ini, karena dapat mengurangi biaya dalam proses pembedahan pasien dada cekung yang biasanya menghabiskan biaya sangat tinggi. Selain itu, teknik ini rencananya akan digunakan juga pada pasien dada burung (pectus carinatum),” ungkapnya. 

Pelat dada hasil inovasi Prof Ito merupakan pengembangan dari teknik Willithal-Hegemann, yang ia pelajari dari gurunya di Jerman, sekaligus modifikasi dari teknik Ravitch. Inovasi tersebut diberi nama Pelat Dada Modifikasi Puruhito (PDMP) dan dirancang menggunakan bahan logam titanium dengan daya lengkung yang lebih kuat.

“Pada PDMP terdapat lubang-lubang yang menjadikannya mudah dibentuk, tetapi sulit kembali lurus. Hal ini memudahkan ahli bedah toraks kardiovaskular dalam pemasangan pelat, dibandingkan desain Willithal-Hegemann yang memiliki ketebalan 1,5 milimeter. PDMP lebih tipis, hanya 1,0 milimeter, serta lebih fleksibel karena berbahan titanium,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Ito menyampaikan bahwa saat ini implementasi pelat tersebut masih menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ke depan, ia berencana memasarkan teknik dan pelat PDMP dalam empat ukuran berbeda, disesuaikan dengan postur tubuh pasien, melalui kegiatan presentasi dan lokakarya bagi para ahli bedah toraks kardiovaskular.

“Harapan saya, pelat ini dapat dipakai secara rutin oleh sejawat ahli bedah toraks kardiovaskular untuk pengobatan pectus excavatum dengan harga perkiraan Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, dibandingkan teknik Nuss yang biayanya bisa mencapai Rp40 juta. Dengan demikian, teknik pembedahan yang lebih murah dan terjangkau dapat berkembang dan dimanfaatkan masyarakat Indonesia,” pungkasnya.


Tinggalkan Komentar