Hakim MK Harus Tahu Lima Kelebihan Sistem Terbuka Dibandingkan Tertutup - Telusur

Hakim MK Harus Tahu Lima Kelebihan Sistem Terbuka Dibandingkan Tertutup

Viva Yoga Mauladi

telusur.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi membeberkan beberapa hal positif bagi pembangunan demokrasi di Indonesia jika sistem pemilu proposional daftar terbuka.

Pertama, menghindari bahaya nepotisme di internal parpol. Secara empiris, siapa yang dekat pimpinan akan mendapatkan nomor urut kecil. Meskipun parpol melakukan rekruitmen secara transpran dan obyektif, namun unsur subyektivitas pimpinan selaku policy maker, dalam skala tertentu akan mengalahkan unsur obyektivitas.

Kedua, sistem suara terbanyak tidak akan menghilangkan kedaulatan parpol. Karena yang merekrut, menyusun, dan mendaftarkan caleg ke KPU adalah parpol. Tidak bisa orang perorang karena peserta pemilu legislatif adalah partai politik. 

Tentunya parpol akan mengukur caleg tersebut bagaimana kadar dan pemahaman ideologi partainya, basis massa di dapil, kinerja, dan sebagainya.

"Jika terpilih, siapapun orangnya, sudah diatur di Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, untuk wajib tunduk, patuh, dan taat pada kebijakan parpol," ungkapnya.

Parpol memiliki otoritas atau kewenangan mutlak untuk melakukan evaluasi dan pergantian antar waktu jika anggota Dewannya wanprestasi atau melanggar kebijakan parpol. Setiap anggota Dewan pasti akan berbicara sesuai dengan kebijakan parpolnya. Tidak dapat membawa kepentingan pribadi yang berbeda dengan platform dan kebijakan parpolnya.

Ketiga, sistem suara terbanyak akan mendekatkan caleg terpilih dengan konstituennya. Konstituen dapat lebih mudah melakukan komunikasi dan menyuarakan aspirasi serta kepentingannya untuk diperjuangkan oleh anggota Dewan menjadi kebijakan negara dan direalisasikan dalam bentuk program-program di masyarakat. 

Dengan kata lain tentu juga akan semakin mendekatkan parpol dengan rakyat yang diwakilinya di lembaga legislatif melalui caleg terpilih. Hal ini sama sekali tidak mengganggu atau mendegradasi kedaulatan parpol dalam sistem demokrasi sebab caleg terpilih itu dicalonkan oleh parpol. Justru sebaliknya, malah akan semakin memperkuat kehadiran dan eksistensi parpol di tengah-tengah masyarakat.

Keempat, sistem suara terbanyak lebih bersifat adil dibanding sistem nomor urut. Siapa caleg yang bekerja lebih keras di dapil tentu akan mendapatkan suara lebih banyak. Memilih orang dalam pemilu adalah salah satu tonggak penting membangun kedaulatan rakyat. Rakyat menentukan sendiri siapa yang akan mewakili dirinya untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya di lembaga legislatif sebagai Wakil Rakyat.

Jika memakai sistem nomor urut, suara rakyat yang memilih caleg tidak penting dan tidak dihitung karena meskipun nomor urut satu kalah suara dengan caleg di nomor bawahnya, maka yang duduk di lembaga legislatif bukan caleg yang memperoleh suara terbanyak. "Praktek ini bukan demi menjaga kedaulatan parpol, tetapi lebih pada hegemoni parpol yang mengelabui nilai kedaulatan rakyat di pemilu."

Kelima, tidak ada jaminan dan ukuran akademis bahwa sistem proporsional daftar tertutup berdasarkan nomor urut akan mengurangi dan atau menghilangkan praktek politik uang (money politic) dibandingkan sistem proporsional daftar terbuka berdasarkan suara terbanyak. 

Praktik money politic itu bukan soal apa sistem pemilunya, tetapi karena soal kesulitan ekonomi rakyat, kesadaran politik rakyat dalam memaknai pemilu, pengawasan pelaksanaan pemilu oleh Bawaslu, lembaga pemantau, maupun oleh partisipasi masyarakat, serta penegakkan aturan pemilu.

"Akhirnya, semua berpulang kepada MK. Apakah tetap konsisten dengan putusan MK Nomor 22-23/PUU-VI/2008 atau MK menjadi tidak konsisten lagi sebagai penjaga demokrasi Indonesia," tuntasnya. [ham]


Tinggalkan Komentar