Telusur.co.id - Komite I DPD RI, memandang perlu adanya payung hukum terhadap perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat. Pasalnya, Masih banyak hak terhadap masyarakat adat yang terabaikan, dan konflik-konflik lahan dan kekayaan alam antara masyarakat adat dengan pemilik modal maupun pemerintah.
Hal itu disampaikan Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam, dalam RDPU antara Komite I dengan Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagirmanan dan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Hukum Adat Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), Kunthi Tridewiyanti, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (23/1/18).
Menurut Muqowam, RUU perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat sangat diperlukan, karena sampai sekarang belum ada aturan khusus yang mengatur hal tersebut.
“Indonesia bukan ruang kosong dan banyak sekali peraturan yang diterbitkan, bahkan bertumpuk-tumpuk, tapi belum ada payung hukum yang khusus memberikan perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat,” terang Muqowam.
Sementara Senator Bengkulu, Eni Khairani menyatakan kearifan lokal masyarakat adat sering terpinggirkan. Ketika datang suatu hal baru atau kebijakan baru dari pusat, posisi masyarakat adat selalu tidak berdaya.
“Undang-Undang ini nantinya harus mengakomodir hak-hak masyarakat adat dan dapat memberikan perlindungan dan pengakuan hak masyarakat adat,” tutur Eni.
Senada dengan Muqowam, Wakil Ketua Komite I, Hudarni Rani berharap masukan dari para narsaumber dapat dirangkumkan supaya RUU tersebut memenuhi segala syarat untuk menjadi UU dan tidak bertentangan dengan hukum yang lainnya.
“Saya kira perlu juga mengundang pengacara untuk melihat dari sudut pandang yang lain terkait konflik masyarakat adat. Kita mau UU ini nantinya bertujuan kepada masyarakat adat untuk mendapatkan pangakuan, dankesejahteraan,” tutupnya.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Hukum Adat APHA, Dr. Kunthi Tridewiyanti menjelaskan mengenai betapa pentingnya RUU ini. Saat ini masing-masing daerah sudah banyak perda yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat adat, sehingga jika ada payung hukum yang tepat maka perda-perda tersebut ada yang memayungi.
Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Bagir Manan Bagir Manan mengatakan saat ini hukum adat mengalami banyak perubahan dan orang tidak lagi terikat bahkan mulai memudar. Hal tersebut terjadi karena keterbukaan lingkungan, kemajuan teknologi. Selain itu Bagir juga menyampaikan bahwa hukum adat juga bisa memudar akibat perubahan keyakinan. “Dahulu hukum adat seperti agama dan sangat mengikat dalam kehidupan masyarakat, tetapi sekarang banyak pengaruh besar yang mengubah hukum adat itu sendiri,” jelasnya.[far]