Imbas Ijazah Palsu, DPR Usul Bikin Aturan Konsekuensi Kebenaran Berkas Cakada - Telusur

Imbas Ijazah Palsu, DPR Usul Bikin Aturan Konsekuensi Kebenaran Berkas Cakada

Anggota Komisi II DPR RI, Taufan Pawe (Foto: Ist)

telusur.co.id - Anggota Komisi II DPR RI Taufan Pawe menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi kemenangan calon kepala daerah (cakada) yang menyertakan ijazah palsu pada syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024 sebagai keputusan yang vulgar. 

Hal itu disampaikan Taufan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) dan pemerintah yakni Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025). 

"Putusan Mahkamah Konstitusi sangat vulgar dalam artian, semua keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi itu kembali kepada proses penyelenggaraan itu sendiri," kata Taufan di ruang rapat Komisi II.

Dengan adanya putusan tersebut, lanjut Taufan, penyelenggara pemilu terbukti telah gagal dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah secara serentak untuk menghasilkan pemimpin yang jujur dari proses demokrasi. 

"Kita pernah membahas persiapan dan kesiapan Pilkada itu sendiri secara serentak dan akhirnya terjawab dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Coba kita lihat Pak, masalah priorisasi masa jabatan, masa si KPU bisa kecolongan. Ini Pak, gak masuk akal saya bilang," ujarnya. 

"Kalau sengketa hasil, okelah, namanya orang bertarung, lempar mangga, kena syukur tidak apa-apa. Tapi kalau menyangkut proses administrasi, yaitu ijazah lebih-lebih ijazahnya, belum jadi pemimpin sudah licik, belum pemimpin sudah licik," tambahnya. 

Untuk itu, Taufan mengusulkan agar dibuatkan suatu aturan yang mengikat terkait persyaratan pencalonan kepala daerah dalam kontestasi Pilkada. 

Sebab, gagalnya KPU dalam memverifikasi kebenaran berkas calon kepala daerah karena adanya ruang keterbatasan untuk memeriksa lebih detil setiap berkas calon yang masuk. 

"Kita harus menyadari bahwa ada ruang keterbatasan sebenarnya bagi penyelenggara, contoh, menyangkut ijazah. Penyelenggara itu hanya membutuhkan legalitas, legalisasi, ijasah dari calon," ucapnya. 

"Berarti dia hanya mencari kebenaran formal tidak ada kewenangan mencari kebenaran materi, walaupun tadi Ketua KPU itu mengatakan itu kan harus melalui keputusan pengadilan. Oh tidak mutlak Pak, kalau sudah ada bukti petunjuk bahwa dugaan ini bermasalah ijazah ini, maka di situlah penyelenggara harus bersikap," lanjut Taufan. 

Oleh karena, politisi Partai Golkar ini berharap agar ke depan dapat dibuat suatu aturan berkaitan dengan konsekuensi kebenaran dokumen persyaratan pencalonan kepala daerah yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. 

"Barang kali perlu dibuatkan rambu-rambu Pak, Bu Wamen, rambu-rambu berkaitan dengan para bakal calon atau paslon yang berkeinginan mencalonkan diri," jelas Taufan.[Nug]

 

Laporan: Dhanis Iswara 


Tinggalkan Komentar