Indonesia Dorong Percepatan Sistem Peringatan Dini Global dalam Kongres Luar Biasa WMO - Telusur

Indonesia Dorong Percepatan Sistem Peringatan Dini Global dalam Kongres Luar Biasa WMO

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati (kanan). Dok BMKG

telusur.co.id -Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan komitmen Indonesia untuk memperkuat sistem peringatan dini global dalam menghadapi peningkatan potensi bahaya hidrometeorologi akibat perubahan iklim.

Hal itu ditegaskan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam Kongres Luar Biasa Organisasi Meteorologi Dunia (WMO Extraordinary Congress/Cg-Ext) yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss baru-baru ini. 
 
Kongres ini merupakan forum istimewa yang diadakan di antara sesi reguler empat tahunan WMO untuk merumuskan keputusan strategis dari 193 negara anggota, khususnya terkait percepatan implementasi sistem peringatan dini global (Global Early Warning System) yang lebih tangguh, adaptif, dan inklusif.
 
Kepala BMKG selaku Permanent Representative Indonesia untuk WMO memimpin langsung delegasi Indonesia yang terdiri dari Deputi Bidang Klimatologi, Direktur Informasi Perubahan Iklim, dan Direktur Meteorologi Publik.

Dalam forum tersebut, Dwikorita menegaskan pentingnya memperkuat kerja sama global untuk mempercepat transformasi sistem peringatan dini menjadi mekanisme aksi dini (early action mechanism) yang berorientasi pada perlindungan masyarakat.
 
"Sistem peringatan dini tidak boleh berhenti hanya pada tahap penyampaian informasi. Informasi tersebut harus segera diterjemahkan menjadi tindakan dini yang menyelamatkan nyawa dan mengurangi potensi kerugian,” tegas Dwikorita, dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025). 
 
Dwikorita menjelaskan bahwa sistem peringatan dini yang efektif harus berdiri di atas empat pilar utama inisiatif Early Warnings for All (EW4All), yaitu, pengetahuan risiko, pemantauan dan peringatan teknis, diseminasi informasi yang mudah dipahami, serta kesiapsiagaan untuk bertindak.
 
Menurut Dwikorita, keempat pilar ini harus berjalan sinergis membentuk satu rantai operasional yang utuh—mulai dari analisis risiko, penyusunan prakiraan berbasis dampak (Impact-Based Forecasting/IBF), hingga koordinasi lintas lembaga untuk memastikan pengambilan keputusan yang cepat di lapangan.
  
Indonesia menilai bahwa transisi dari “early warning” menuju “early action” hanya dapat terwujud jika sistem peringatan dini multi-bahaya (Multi-Hazard Early Warning System/MHEWS) diperkuat secara berkelanjutan.
 
BMKG terus mengembangkan sistem peringatan dini yang terintegrasi dan berbasis risiko, sehingga setiap prakiraan cuaca ekstrem, gelombang tinggi, atau potensi bahaya lainnya dapat segera direspons dengan langkah mitigasi konkret sebelum dampaknya meluas.
 
Selain percepatan EW4All, Kongres juga menyoroti pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk meningkatkan akurasi prakiraan cuaca dan mempersempit kesenjangan digital, khususnya di wilayah tropis dan kepulauan yang masih terbatas dalam data observasi.
 
“Integrasi AI dalam sistem prakiraan global diharapkan mampu mempercepat deteksi, memperluas jangkauan layanan, dan memperkuat kemampuan negara-negara berkembang untuk mengambil keputusan berbasis bukti ilmiah,” ujar Dwikorita.
 
Sementara itu, dalam kongres tersebut juga dihasilkan Resolusi tentang Implementasi Monitoring Gas Rumah Kaca Global (Global Greenhouse Watch). Dalam penyusunan resolusi tersebut, delegasi Indonesia memberikan masukan penting agar keseimbangan antara koordinasi global dan kemampuan implementasi pada tingkat negara untuk terlaksana.
 
Dwikorita menekankan bahwa penguatan kapasitas negara anggota, interoperabilitas data, dan kesetaraan akses terhadap infrastruktur observasi menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan sistem pemantauan global yang berkeadilan.
 
Selain itu, WMO juga menyoroti penguatan WMO Coordination Mechanism (WCM) sebagai wadah kolaborasi global untuk mendukung kesiapsiagaan di negara-negara yang rentan dan terdampak konflik melalui dukungan teknis dan peningkatan interoperabilitas sistem nasional dan regional.
 
Tahun 2025 juga menandai 75 tahun berdirinya WMO, sekaligus menjadi momentum refleksi bagi seluruh negara anggota untuk menata masa depan sistem peringatan global yang lebih inklusif dan adaptif terhadap tantangan iklim.
 
“Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat pembangunan sistem peringatan dini multi-bahaya yang tangguh, inklusif, dan berbasis tindakan nyata. Upaya ini bukan hanya untuk meningkatkan kapasitas nasional, tetapi juga memperkuat kolaborasi regional di bawah WMO Regional Association V (South-West Pacific),” imbuh Dwikorita. 
 
Di luar persidangan Kongres, BMKG juga melakukan serangkaian pembicaraan khusus dengan China Meteorological Administration (CMA) sebagai tindak lanjut kerja sama bilateral kedua lembaga.

Pembicaraan ini mencakup upaya penguatan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi di bidang Artificial Intelligence (AI), serta penerapan AI untuk memperkuat kecepatan, ketepatan, dan akurasi sistem peringatan dini multi-bahaya (Multi-Hazard Early Warning System/MHEWS). 
 
Selain itu, kerja sama juga diarahkan pada penguatan sistem observasi cuaca melalui pemanfaatan satelit Feng Yun yang akan mendukung peningkatan keandalan data observasi meteorologi, khususnya di wilayah tropis dan kepulauan seperti Indonesia.
 
“Kerja sama dengan CMA menjadi langkah penting untuk mempercepat transfer teknologi dan penguatan kapasitas SDM Indonesia di bidang AI dan observasi atmosfer. Kolaborasi ini diharapkan memperkuat sistem peringatan dini nasional agar semakin cepat, akurat, dan terintegrasi,” pungkas Dwikorita.

Laporan: Dhanis Iswara.


Tinggalkan Komentar