Telusur.co.id - Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sering kali mendapat sorotan publik. Tak sedikit hak pasien atas pelayanan kesehatan di rumah sakit sering terabaikan. Padahal pelayanan kesehatan menjadi hak asasi setiap orang yang dijamin oleh konstitusi.
Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan Masyarakat sesuai dengan undang-undang dasar 1945.“Bahkan berbagai aduan masyarakat terhadap kesehatan baik medis atau non medis sering di dengar,” ucapnya.
Menurut Fahira, saat ini perhatian pemerintah terhadap kesehatan rakyat terlihat seperti komoditas ekonomi ketimbang komoditas krusial. “Padahal menjadikan layanan kesehatan sebagai komoditas ekonomi bukan saja bertentangan dengan UU Kesehatan tetapi juga ancaman bagi keadilan sosial,” jelas senator asal DKI Jakarta itu.
Tak hanya itu, dirinya juga menilai, pasien selalu ditempatkan pada posisi lebih rendah dan lemah. Dengan posisi yang lemah tersebut, maka pasien akan sering terlemahkan. “Jangankan untuk menuntut perdata atau pidana, untuk menuntut rumah sakit atau tenaga kesehatan sangat lah sulit,” tegas Fahira.
Sementara itu, Anggota Komite III DPD Muhammad Afnan Hadikusumo mengatakan bahwa pihaknya juga sering mendapatkan masukan dari masyarakat terutama mengenai pelayanan di rumah sakit. “Bila kelas rendah maka pelayanan kurang optimal. Pasien bukannya sehat malah tambah sakit. Ini keluhan yang sering kita dengar,” ujar dia.
Tidak hanya itu, kecepatan penanganan pasien juga menjadi keluhan, kaitannya dengan pasien emergensi yang membutuhkan pelayanan cepat. Namun ketika masuk dalam emergensi prosesnya lama seperti harus konsultasi ke dokter spesialis dan mengurus administrasi terlebih dahulu. “Ada juga rumah sakit yang tidak mengutamakan administrasi dulu. Pasien ditangani dulu,” kata senator asal DIY ini.
Selain itu, Anggota DPD Provinsi Maluku Utara Suriati Armaiyn menjelaskan pemerintah saat ini sedang giat dalam bidang kesehatan namun di lapangan masih ditemukan pelayanan pasien yang tidak sebagaimana mestinya. “Misalnya dokter spesialis tunjangan profesi belum di bayar sehingga mogok kerja. Di puskesmas sering kali obat-obatan habis. Ini sering terjadi di daerah kepulauan seperti Malut,” cetusnya.
Dikesempatan yang sama, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Tonang Dwi Ardyanto menjelaskan bila berbicara pasien maka harus berpandangan pada keselamatan pasien ‘patient safety’. Pada dasarnya hal itu bentuk nyata dari keberpihakan dan perlindungan pasien dalam pelayanan kesehatan. “Ini menjadikan pasien sebagai pusat dalam pelayanan kesehatan,” tegas dia.
Tonong menambahkan prinsip dasarnya tidak ada petugas pelayanan kesehatan profesional yang melakukan kesalahan atau merugikan pasien. Tetapi, mungkin saja timbul banyak masalah dalam sistem kerja yang memicu terjadinya kesalahan. “Semua adalah manusiawi baik dokter dan pasien. Kesalahan itu juga manusiawi, tapi kalau menutupi kesalahan itu tidak bisa dimaafkan,” jelasnya.[far]