telusur.co.id - Pembentukan peraturan perundang-undangan didorong menerapkan konsep "Green Legislation" yang bermuatan materi  yang mendorong perlindungan dan pelestarian lingkungan.  Konsep ini dipotret melalui buku "Green Legislation". 

Indonesia Parliamentary Center (IPC) meluncurkan buku "Green Legislation dalam Prolegenas 2020-2024" di UIN Jakarta bekerjasama dengan Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Senin (11/11/24). Buku karya  peneliti IPC Arbain ini memotret dinamika legislasi di sektor lingkungan  selama periode 2020-2024. 

Arbain, penulis buku "Green Legislation" mengatakan dalam 5 tahun terakhir, pemerintah dan DPR membuat kebijakan yang justru semakin merusak lingkungan dengan cara merevisi sejumlah UU yang seharusnya memperkuat pelindungan lingkungan. 

"UU tersebut diubah melalui UU Cipta Kerja, seperti revisi UU PPLH, UU Kehutanan, dan UU Pemberantasan Perusakan Hutan," kata Arbain.

Dia mendorong saatnya Presiden Prabowo dan DPR meninjau kembali sejumlah UU tersebut dengan mengembalikan pada tujuan awal pembentukannya. Ia menyebutkan setidaknya ada 36 RUU penguatan lingkungan yang masuk pada prolegnas 2020-2024 lalu.

"Tapi tidak ditindaklanjuti 14 RUU diantaranya Justru diubah melalui UU Cipta Kerja untuk kepentingan investasi. Kalau Prabowo, serius pada Asta Citanya, harusnya ini ditinjau, terutama UU Cipta Kerja," tegas Arbain.

Dalam kesempatan tersebut anggota Komisi XII Ratna Juwita Sari mengatakan DPR Periode 2024-2029 berkomitmen menghadirkan UU yang bernuansa "Green Legislation". Menurut dia, Komisi XII bersepakat mengusulkan 7 RUU yang terkait dengan lingkungan yakni RUU Energi Baru dan Terbarukan, revisi revisi UU Energi,  revisi UU Minyak dan Gas, RUU Minerba, revisi UU Ketenagalistrikan, dan RUU Sampah," ujar politisi PKB ini. 

Ratna menyebutkan untuk mendorong Green Kegislation harus ditetapkan menjadi target nasional dan daerah agar terjadi sinkronisasi kerja, mendorong penggunaan energi terbarukan, kerjasama internasional dalam upaya pelestarian lingkungan, serta adanya regulasi yang fokus pada pelestarian lingkungan. "Cara ini agar ekonomi jalan dan lingkungan aman," ingat Ratna.

Plt Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) Bella Nathania mengatakan green legislation membuka khasanah pentingnya kerangka hukum yang mengedepankan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia sesuai mandat UU 32/2009.  "Kami mencatat bahwa tiga akses yakni akses informasi, partisipasi, dan keadilan penting untuk diintegrasikan dalam peraturan perundang-undangan yang berbasiskan lingkungan hidup," ujar Bella. 

Pengajar HTN/HAN UIN Jakarta Ferdian Andi menyebutkan Green Legislation tidak hanya sekadar pada aspek legislasi  di DPR, namun aturan turunan, pemberian izin, hingga penegakan hukum. "Green Legislastion juga bukan "Greenish" atau kehijau-hijauan, hanya tampilan di luar tampak hijau, tapi paradigma tidak pro lingkungan," tegas Ferdian.

Buku ini terdiri dari lima bab membahas konsepsi Green Legislation, RPJPMN 2020-2024, Prolegnas 2020-2024, tantangan dan rekomendasi harmonisasi green legislation. [Tp]