telusur.co.id - Iran menyerukan tindakan keras dari Persatuan Antar-Parlemen (IPU) terhadap Israel, menyusul serangan militer besar-besaran yang diluncurkan Tel Aviv terhadap wilayah kedaulatan Republik Islam tersebut pada 13 Juni lalu. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 930 orang, termasuk komandan militer, ilmuwan nuklir, dan warga sipil, serta memicu respons balasan militer Iran dalam Operasi True Promise III.
Dalam sebuah surat resmi yang ditujukan kepada Presiden IPU Tulia Ackson, Manoochehr Mottaki, kepala delegasi parlemen Iran untuk IPU, menuntut agar organisasi parlemen internasional itu mengutuk agresi Israel secara terbuka, sesuai dengan Pasal 2(4) Piagam PBB yang melarang penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah negara lain.
“Diam atas kejahatan Israel berarti pelanggaran terhadap prinsip keadilan internasional,” tulis Mottaki. Ia juga memperingatkan bahwa kelambanan IPU dapat mengarah pada normalisasi kekerasan dan pelanggaran hukum internasional.
Lebih lanjut, Iran mendesak agar IPU segera menangguhkan keanggotaan parlemen Israel (Knesset) karena dianggap telah “melanggar aturan IPU dan prinsip dasar Piagam PBB.” Permintaan ini mencerminkan tekanan diplomatik yang meningkat dari Teheran terhadap institusi internasional untuk mengambil sikap konkret, bukan sekadar retorika.
Mottaki juga menyerukan agar IPU: Memasukkan isu agresi Israel dan Amerika terhadap Iran ke dalam agenda sidang umum IPU berikutnya, Mengadopsi tindakan hukuman dan pembatasan terhadap Israel, AS, dan sekutunya, Mengakui hak Iran untuk membela diri sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB, yang memperbolehkan aksi pertahanan diri terhadap serangan bersenjata.
Pada 13 Juni, Israel melancarkan gelombang serangan udara yang menyasar fasilitas nuklir, militer, dan permukiman sipil Iran — dalam salah satu serangan lintas batas paling besar sejak konflik regional meningkat. Iran segera membalas dengan 22 gelombang rudal ke berbagai kota di wilayah pendudukan Israel, menimbulkan kerusakan besar dan memperluas dimensi konflik.
Gencatan senjata yang berlaku sejak 24 Juni telah menghentikan tembakan langsung, tetapi ketegangan tetap tinggi. Dengan diplomasi internasional yang kini diuji, Iran mencoba memanfaatkan momentum ini untuk mendorong isolasi politik Israel di panggung parlemen global.[]
Sumber: TNA