telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meragukan kemanfaatan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) pada sejumlah ormas keagamaan. Keputusan ini diatur dalam revisi PP Minerba yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Mulyanto khawatir, pemberian prioritas IUPK kepada kepada ormas keagamaan membuat tata kelola dunia pertambangan semakin amburadul.
"Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat. Sementara pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal sampai hari ini tidak ada kemajuan yang berarti, semua masih jadi PR yang harus diselesaikan," kata Mulyanto di Jakarta, Minggu (2/6/24).
Mulyanto menganggap, Presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba. Saat ini yang dibutuhkan adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang minerba bukan bagi-bagi izin. Terlebih, setidaknya dua orang mantan Dirjen Minerba jadi tersangka, bahkan terpidana. Dan sampai kini Dirjen Minerba belum ada yang definitive.
Artinya, kata Mulyanto, Pemerintah tidak serius mengelola pertambangan nasional. Pemerintah masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu.
"Saya sudah baca revisi PP Minerba yang baru saja ditandatangani Presiden. Memang tertulis, bahwa yang diberikan prioritas IUPK adalah "badan usaha" yang dimiliki ormas keagamaan. IUPK prioritas diberikan kepada badan usaha, bukan kepada Ormas Keagamaan itu sendiri. Secara regulasi-administrasi sepertinya dibenarkan dan masih sesuai dengan UU Minerba. Namun dalam sudut pandang politik, upaya ini sangat kentara motif untuk bagi-bagi kue ekonomi nya, " ucapnya.
Karena itu, tegas Mulyanto, nanti perlu dipantau terus kinerja badan usaha tersebut. Apakah benar-benar profesional dalam menjalankan RKAB tambangnya dengan baik, lalu berkontribusi bagi peningkatan penerimaan keuangan negara (PNBP). Atau menjadi sekedar badan usaha abal-abal, perusahaan ali-baba. Di depan Ormas keagamaan di dalamnya perusahaan yang itu-itu juga.
"Saya sendiri pesimistis, tapi kita lihat saja nanti. Ujung-ujungnya di lapangan, siapa yang sesungguhnya mengelola badan usaha tambang tersebut. Apakah benar-benar pemain baru profesioal atau pengusaha yang itu-itu juga, yakni penguasaha eks PKP2B atau afiliasinya. Termasuk juga jumlah saham sesungguhnya, berapa jumlah saham ormas tersebut secara rill. Apakah benar-benar menjadi saham pengendali atau sekedar nama saja," tandasnya.[Fhr]