telusur.co.id - Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) mengecam atas keputusan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) terhadap Ipda Rudy Soik dari institusi Polri.
PTDH ini dilakukan oleh Kombes Pol Robert Antoni Sormin, Kabid Propam Polda NTT selaku Ketua sidang Komisi Kode Etik Polri. Proses persidangan kode etik tersebut juga didampingi oleh Ditreskrimsus Polda NTT selaku wakil ketua sidang Komisi dan juga Komisaris Polisi Nicodemus Ndoloe.
Ketua Umum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menilai, pemberhentian Rudy Soik merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. Justru seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang.
"Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur," kata Saras dalam keterangannya, Sabtu (12/10/24).
Saras menilai, Rudy memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota Kepolisian. Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat terjadi jika anggota Kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat.
"Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," ucap anggota DPR RI itu.
Senada, Ketua Harian JarNas Anti TPPO, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, menyayangkan dengan tindakan Polda NTT tersebut. Rohaniawan ini memastikan JarNas Anti TPPO akan mendukung Rudi Soik dalam memperjuangkan hak-haknya.
"Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan Keputusan Pemberhentian ini," tegasnya. [Fhr]