telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKS DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyampaikan duka mendalam sekaligus kecaman keras atas meninggalnya seorang siswa SMPN 19 Tangerang Selatan yang diduga menjadi korban perundungan. Ia menegaskan bahwa kasus tragis ini harus diusut tuntas dan menjadi momentum untuk menyatakan darurat nasional terhadap praktik bullying di sekolah.
Kurniasih menyampaikan perundungan tidak boleh dianggap sebagai konflik sepele antarsiswa. Ia menekankan bahwa praktik bullying merupakan bentuk kekerasan yang bisa mengancam nyawa dan harus ditangani secara serius oleh sekolah, pemerintah daerah, dan negara.
“Ini tragedi besar. Tidak ada satu pun alasan untuk membiarkan bullying terus terjadi sampai merenggut nyawa anak. Saya mendesak stop perundungan sekarang juga,” tegas Kurniasih dalam keterangannya Senin (17/11/2025).
Ia menyatakan sekolah dan Dinas Pendidikan memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan keamanan siswa. Menurutnya, fakta bahwa korban telah dibully sejak MPLS menunjukkan adanya kegagalan pengawasan dan lemahnya sistem perlindungan siswa.
“Sekolah harus menjadi tempat paling aman bagi anak. Jika sejak awal masuk sekolah anak sudah mengalami perundungan, berarti ada kesalahan serius dalam kultur dan pengawasan. Ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Kurniasih.
Ia juga menyoroti perundungan bukanlah fenomena insidental. Sepanjang tahun 2025, laporan kasus bullying di sekolah muncul berulang di berbagai daerah. KPAI mencatat sebanyak 25 anak melakukan bunuh diri sepanjang 2025 dan banyak di antaranya dipicu perundungan di sekolah.
Berbagai laporan media menandai sejumlah kasus bullying terjadi di Purwakarta, Lampung, hingga kota-kota lain. Sementara itu, hasil penelitian Jurnal Transformasi Pendidikan pada tahun 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 26 persen siswa SMP kelas 8 pernah mengalami perundungan di lingkungan sekolah.
Menurut Kurniasih, data tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat maupun daerah. Ia mendesak agar kementerian dan dinas pendidikan memperkuat kebijakan perlindungan anak di sekolah, termasuk pembentukan satgas anti-bullying, peningkatan sistem pelaporan, penyediaan layanan konseling, serta pembinaan kultur sekolah yang aman dan inklusif.
“Kematian anak ini harus menjadi alarm nasional. Kita tidak boleh membiarkan satu pun anak menjadi korban perundungan lagi. Negara wajib hadir untuk memastikan sekolah menjadi ruang aman, bukan ruang kekerasan,” tutup Kurniasih. [ham]



