Telusur.co.id - Fraksi PKS di akhir tahun 2017 melakukan evaluasi atas kinerja pemerintah Jokowi-JK selama satu tahun.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, evaluasi merupakan bagian dari kewajiban parlemen secara konstitusional untuk melakukan kontrol dan perbaikan kinerja Pemerintah.
“Evaluasi ini bagian dari kewajiban parlemen yang fundamental diamanahkan dalam konstitusi. Hasilnya kita harapkan dapat menjadi masukan perbaikan kinerja pemerintah untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat,” dalam keterangan yang diterima, Jakarta, Sabtu (30/12).
Di samping itu, Jazuli menegaskan bahwa evaluasi bukan dimaksudkan untuk mencari-cari kesalahan apalagi untuk menjatuhkan. Sejumlah catatan evaluasi terentang mulai dari kinerja ekonomi, kinerja penegakan hukum, penjagaan demokrasi dan kondisi sosial politik dan keamanan.
“Fraksi PKS ingin bangsa dan negara ini makin maju dan rakyatnya makin sejahtera, penegakan supremasi hukum makin berkeadilan, hukum tegak dan tidak menjadi alat kekuasaan, pembangunan politik demokrasi makin kondusif dan maju, agar tidak ada lagi di negeri ini kecenderungan otoriterianisme yang merusak sendi-sendi demokrasi yang kita bangun sejak dimualinya era reformasi,” pungkasnya.
FPKS telah mencatat delapan evaluasi dan proyeksi pada tahun 2017. Dia antaranya:
Bidang ekonomi. Dimana, bidang ini menjadi sorotan penting, mengingat perekonomian berhubungan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Jazuli Juwaini mengatakan Pemerintahan Jokowi-JK pada awal memerintah memberikan harapan dan optimisme bahwa ekonomi akan meroket di tahun kedua dan seterusnya. Tapi, dalam evaluasi Fraksi PKS janji “ekonomi meroket” tersebut dinilai masih belum terlihat nyata.
“Kita apresiasi sejumlah capaian positif pemerintah antara lain pada percepatan pembangunan infrastruktur, meski demikian kita tidak boleh abai pada rendahnya capaian ekonomi secara umum terutama dalam aspek fundamental kesejahteraan rakyat,” terang Jazuli.
Dia melihat, ekonomi Indonesia belum menunjukkan perkembangan menggembirakan.
“Pertumbuhan ekonomi masih bergerak rata-rata 5.0 persen per tahun. Angka tersebut jauh dari target pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 7.0 persen per tahun. Dengan melihat capaian Pemerintah dalam tahun 2017, proyeksi target pertumbuhan 5,4 persen tahun 2018 diprediksi sulit tercapai. Untuk itu pemerintah harus kerja keras lagi tahun depan,” katanya.
Selain itu, kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi, pada gilirannya mempengaruhi kemampuan pemerintah menekan persoalan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan.
“Jumlah penduduk miskin melonjak pada Maret 2017. Sementara itu, Pemerintah belum memiliki program yang efektif dalam mengatasi persoalan utama tersebut. Kebijakan Pemerintah selama ini masih bersifat tambal sulam. Praktis dalam tiga tahun terakhir ini angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi.” Ucapnya.
Dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi, serta melambatnya peranan sektor-sektor penyerap tenaga kerja (labor incentive/tradable), membuat program pemerintah tak berjalan sesuai harapan.
“Peranan sektor tradable terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun karena minimnya stimulus pemerintah, baik segi pembiayaan maupun nonpembiayaan.”
Kebijakan belanja Pemerintah yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur secara besar-besaran pun lanjut Jazuli, diprediksi belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap Perekonomian nasional pada tahun 2018.
“Pemerintah harus bisa mengantisipasi belum beroperasinya proyek infrastruktur seperti jalan tol, jalur kereta api, bandara, pelabuhan, dan proyek lainnya,” ucapnya.
Politisi asal Banten ini juga membeberkan, Kinerja Pemerintah dalam mengendalikan inflasi beberapa tahun terakhir belum konsisten, sehingga menyebabkan peran inflasi dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional masih belum optimal.
“Hal tersebut terlihat dari gejolak harga dari bahan-bahan kebutuhan pokok yang meresahkan masyarakat. Target inflasi yang dicanangkan sebesar 3,5 persen akan sangat sulit tercapai dalam tahun 2018. Kemampuan Pemerintah dalam mengendalikan tekanan inflasi terutama dari Inflasi Volatile food belum sepenuhnya optimal,” katanya.
Pemerintah juga dianggap masih saja mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat yang kemudian berdampak terhadap perekonomian masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung
“Satu yang paling nyata adalah kenaikan harga-harga barang-barang yang diatur pemerintah, seperti bbm, listrik, dan biaya-biaya administrasi seperti pengurusan STNK, dan biaya-biaya lain termasuk kebijakan perpajakan yang memberatkan.” Katanya.
Dari sisi fiskal, anggota komisi I DPR RI, menilai telah memunculkan kekhawatiran, karena tingginya defisit dan beban utang. Padahal, Indonesia baru saja memperoleh investment grade sebagai apresiasi terhadap pengelolaan fiskal sehat.
Dirinya juga mengatakan, tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik. Risiko politik yang terdapat dalam Pilkada serentak di 171 titik (Provinsi, Kabupaten dan Kota), akan berdampak terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban. Pemerintah harus bisa menjamin pelaksanaan Pilkada tersebut berjalan dengan lancar dan tertib.
Dengan seluruh catatan evaluasi di atas, Fraksi PKS berharap di sisa pemerintahan Jokowi-JK yang tinggal dua tahun akan ada perbaikan signifikan.
“Tahun 2018, ekonomi global diproyeksi membaik dan diharapkan dapat berdampak positif bagi ekonomi nasional. Kekuatan ekonomi masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga. Stimulus berupa pesta demokrasi secara serentak menjadi bagian yang tidak terpisah dari optimisme pencapaian pertumbuhan ekonomi 2018. Namun demikian, pemerintah diharapkan tidak mengintervensi ekonomi dengan kenaikan harga-harga barang, yang berpotensi menekan daya beli,” pungkasnya.| red |