telusur.co.id - Irama musik anak-anak mengiringi jalannya odong-odong. Permainan berupa mobil-mobilan yang berjalan keliling menggunakan tenaga dinamo berlandaskan rel kecil ini tentunya sangat memancing kedatangan anak-anak.
Selain merdunya alunan musik, odong-odong juga dihiasi dengan ramainya lampu dan hiasan lainnya berupa mainan anak-anak.
Biasanya anak-anak di usia dini sangat mengidam-idamkan untuk menunggangi odong-odong hingga pengusaha jasa odong-odong puas dengan penghasilannya.
Namun, semenjak massa pandemi Covid-19, pengusaha jasa penyediaan odong-odong menjerit. Mereka sangat mengeluhkan pendapatnya.
Seperti yang dirasakan Ningsih (30) pengusaha odong-odong. Hampir 30 menit ia duduk menunggu pengunjung. Wanita usia 30 tahun ini membuka lapak odong-odong bersama sang suami, Ade Wahyu (30) di halaman Stadion Mutiara, Kisaran, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.
Celingak-celinguk, toleh kanan dan kiri tak henti-henti dilakukan pasangan suami istri ini dengan harapan ramainya pengunjung.
Selain odong-odong, keluarga kecil yang dikaruniai 2 buah hati ini juga menyediakan permainan lainnya seperti, memancing ikan mainan, mewarnai dan menyediakan permainan masak-masakan.
Mengeluh, tentunya sudah menjadi ungkapannya. Dengan wajah melas, Ningsih menjelaskan penghasilannya kini sangat menciut, hanya mencapai 40 ribu hingga 50 ribu rupiah permalam.
Sementara, sebelum pandemi Covid-19 bergejolak di tanah air, penghasilan Ningsih dan Ade Wahyu mencapai 150 ribu hingga 200 ribu per-malamnya.
"Sedih lah sekarang ini, gara-gara corona pendapatan kami jadi anjlok. Orang-orang pun gak berani keluar, dengan pendapatan 40 ribu gak cukup untuk biaya kami sehari-hari. Belum lagi kalau pas hujan, pulang pun tak bawa uang," kata Ningsih saat ditemui wartawan Minggu (1/11/20) malam.
Tiba-tiba, datang pasangan muda membawa anaknya dengan tujuan bermain di tempat yang telah disediakan oleh warga Kelurahan Gambir Baru, Kecamatan Kota Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumut ini.
Spontanitas senyum menghiasi wajah Ningsih yang tadinya sempat tampak memelas. Ningsih bangkit dari tempat duduknya dan menggiring pengunjung untuk duduk ke permainan yang disediakannya.
Kemudian, sambil memperhatikan anak-anak yang sedang bermain, Ningsih menceritakan, sehari-hari ia buka dari usai magrib hingga pukul 22.30 wib.
"Kami hanya mengandalkan pendapatan dari usaha ini. Tak ada lagi pendapatan kami dari yang lainnya. Ekonomi kami sekarang sangat terbatas," ungkapnya.
Ade Wahyu sempat terpikir ingin alih usaha. Namun hal itu diurungkan karena dihantui pandemi. Sempat juga berupaya mencari kerja, tapi tak dapat karena susahnya mencari peluang kerja.
Pasrah dan tawakkal lah yang bisa dilakoni oleh Wahyu. Berharap agar pandemi segera berakhir dan ia pun bisa segera memperbaiki ekonominya.
Beberapa waktu yang lalu, Ade Wahyu mendengar berita terkait bantuan untuk pengusaha UMKM program Pemerintah Pusat. Ia pun semangat melengkapi berkas agar dapat meraih bantuan tersebut. Akan tetapi, sia-sia ia melakukan itu. Sebab, baginya bantuan tersebut menjadi sebuah harapan palsu. Ade Wahyu tidak mendapatkan bantuan tersebut.
"Kami ada dengar ada bantuan UMKM. Cepat-cepat aku lengkapi berkas dan cepat-cepat juga aku sodorkan ke pemerintah. Tapi hanya harapan palsu bagiku, kami tak dapat dan gak tau kenapa gak dapat. Tapi yang lain kutengok ada dapat," katanya.
Bertambahnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terkhusus di Kabupaten Asahan telah mengganggu perasaan pengusaha muda ini. Prediksi semakin sepinya pelanggan selalu menghantui pikiran.
"Orang yang kena korona semakin banyak, prediksi kami pelanggan semakin sepi. Apalagi kalau sempat PSBB, tambah hajab lah kami," urainya.
Kepada pemerintah, suami istri yang sudah 4 tahun meneladani usaha jasa tersebut berharap agar bertindak sebaik mungkin terhadap masyarakat yang terdampak Covid-19.
"Semoga cepat hilang corona ini, semoga juga pemerintah membantu kami yang terdampak corona," tutupnya. [Fhr]
Laporan: Bayu Sahputra