Telusur.co.id - Disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi Undang-Undang (UU) oleh pemerintah dan DPR pada Selasa (24/10) memulai babak baru.
Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, jika publik merasa kurang puas dengan UU ormas, maka dapat mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya kira dengan adanya UU ini bagi masyarakat yang ingin adanya koreksi dengan melakukan proses JR, ya sangat dimungkinkan,” ujarnya di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10).
Memang, menurut Fadli substansi dalam UU Ormas yang baru, dengan menghilangkan proses peradilan untuk membubarkan Ormas sangat merugikan.
Pasalnya, di UU tersebut pemerintah diberi kewenangan tunggal memberangus ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD.
”Yang menjadi konsep persoalan peradilan dan hukum yang menyangkut masalah kebebasan berserikat berkumpul yang dijamin UU yang kini kebebasan itu direduksi dengan penafsiran subjektif dari pemerintah,” jelasnya.
Tak hanya itu, Fadli Zon menilai demokrasi saat ini mengalami kemunduran meskipun dalam pengambilan keputusan terhadap UU ormas melalui mekanisme demokrasi.
“Ini demokrasi kita kemunduran meskipun proses kita kemarin di rapur, tapi mengalami kemunduran dari sisi substansi,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam pandangan umum pemerintah yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam rapat paripurna pengesahan Perppu Ormas kemarin menyatakan bahwa pemerintah terbuka lebar mempersilakan UU Ormas ini direvisi.
Namun lanjut Tjahjo dirinya tidak bisa menjamin penghilangan proses peradilan ini dicabut.
“Pemerintah berkomitmen dilakukan perubahan terbatas, terbatas pada pasal-pasal tertentu. Kita ingin kembalikan pada masalah peradilan, pengayoman karena ini hak masyarakat berserikat berkumpul, sudah sepantasnya pemerintah mengayomi dan membina,” pungkasnya.| red-06 |