telusur.co.id - Calon Presiden (capres) Nomor Urut 1, Anies Baswedan, belum lama ini mengkritik program food estate atau lumbung pangan. Bahkan, terang-terangan, jika terpilih sebagai pada Pilpres 2024, Anies akan mengganti program Food Estate dengan contract farming yang merupakan kerja sama antara petani dan pihak lain untuk menghasilkan produk pertanian yang diharapkan.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Anggawira menganggap, Anies kurang memahami persoalan pertanian. Sebab, contrack farming yang ditawarkan Anies tidak dijelaskan secara utuh.
"Anies kagak paham hal ini. Saya ini lulusan pertanian. Harus ada ekosistem yang lahir gitu lho, bukan sekedar contrack farming. Contrack farming gimana maksudnya secara detail? ini jangan kebanyakan narasi-narasi yang tidak aplicable," kritik Angga, dalam keterangannya, Kamis (30/11/23).
Food estate adalah salah satu Program Strategis Nasional (PSN) Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Food estate merupakan kawasan lumbung pangan untuk menjaga ketahanan pangan, digelar di kawasan dengan pendekatan klaster. Gampangnya, food estate adalah pertanian pangan dalam skala luas dan terintegrasi.
Ketua Umum Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) ini menjelaskan, food estate atau lumbung pangan rakyat itu hanya sebuah istilah. Ia menegakan, penguasaan lumbung pangan ini tetap oleh pemerintah, bukan pengusaha atau korporasi.
Hanya saja, ada kolaboratif partner untuk membentuk suatu ekosistem, tujuannya tidak lain agar Indonesia mandiri di bidang pangan.
Lagi pula, food estate ini membuka lahan, dan petani/pihak swasta bisa memakai lahannya untuk bertani, kemudian hasil produknya dibeli oleh BUMN Pangan (ID Food). Karena itu, lanjut Angga, food estate merupakan program yang lebih lengkap dari hulu ke hilir, dibandingkan dengan contract farming.
"Jelas berbeda (Food Estate dan Contrack Farming). Kalau Food Estate itu lumbung pangan pendekatan komprehensif, contrack farming itu yang bagaimana maksudnya, detailnya seperti apa? Yang membeli siapa? Berkontrak dengan siapa? Ownership lahannya bagaimana? Sudah redistribusi belum atau apa? (Makanya, red) tetap harus dikuasai oleh negara. Dan kalau dalam konteksnya Pak Prabowo, kita ini kan coba memanfaatkan lahan-lahan, seperti lahan rawa, teknologi nya sudah ada. Itu dikuasai oleh negara. Tetap BUMN sebagai motornya. Dan, lahan rawa teknologi ya sudah bisa dilakukan," ujarnya
Menurut Angga, dalam Food Estate ada Contract Farming, tapi dalam Contract Farming tidak ada upaya penyediaan lahan pertanian seperti Food Estate. "Di situ kunci perbedaan utama dan mendasar," kritiknya.
Sebagai informasi, calon presiden Anies Baswedan, dalam acara mimbar 'Konferensi Orang Muda Pulihkan Indonesia', acara WALHI, di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (25/11/23), lalu menyampaikan tinjauan kritisnya soal program food estate. Alih-alih food estate, bila jadi presiden ia akan menggulirkan agenda pangan berupa contract farming.
"Fokus kita ke depan, kita tidak akan mengkonsentrasikan kepada food estate. Justru kita ingin contract farming dibangun untuk Indonesia ke depan," kata Anies.
Menurut Anies, food estate berpendekatan sentralistik, sedangkan contract farming berpendekatan desentralisasi. Food estate hanya memberi kepastian di kawasan pertanian itu sendiri, sedangkan contract farming memberi kepastian untuk seluruh petani.
Fokus food estate adalah ekstensifikasi lahan sehingga merusak ekologi, sedangkan contract farming adalah mengintensifikasi lahan yang sudah ada supaya lebih produktif.
Ia juga menyebut, food estate berjalan berdasarkan keputusan pemerintah pusat, sedangkan contract farming punya penyerapan hasil berbasis lokal oleh BUMN/BUMD kota besar melalui skema kontrak kerja. Food estate juga dilihatnya dikuasai pemilik modal, sedangkan contract farming bekerjasama dengan petani dan pemilik modal.
"Mengapa food estate ini bukan menjadi opsi? Karena ini adalah pendekatan di mana negara menguasai produksi secara sentralistik," kata Anies.
Lebih lanjut, Anies menjelaskan contract farming yang ingin figulirnya itu seperti yang pernah dia lakukan di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta menjalankan kerja sama dengan Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) di daerah lain.
Pemprov DKI berkontrak lima tahun dengan Gapoktan provinsi lain, menyepakati harga hasil tani, dan memastikan suplai pangan untuk Jakarta.
"DKI Jakarta bukan membeli sebuah lahan besar lalu membuat food estate untuk Jakarta. Yang kami lakukan justru mengajak petani-petani yang ada diperkuat. Apa yang terjadi ketika mereka mempunyai kontrak farming? Mereka bisa mendapatkan kredit untuk mekanisasi pertanian," kata Anies.[Fhr]