Jutaan Sarjana & Ribuan Guru Besar, Soko Guru Pendidikan Bagi Generasi ke Depan Telah Dilahirkan Yayasan Supersemar - Telusur

Jutaan Sarjana & Ribuan Guru Besar, Soko Guru Pendidikan Bagi Generasi ke Depan Telah Dilahirkan Yayasan Supersemar

Agus Wijayanto SH. MH. Foto: Ist

telusur.co.id -

Oleh : Agus Widjajanto. 

Praktisi Hukum dan Pemerhati Sejarah Sosial Budaya

Pada setiap tanggal 11 Maret kita selalu memperingati hari lahirnya Supersemar dengan segala hiruk-pikuknya dalam menilai tergantung sudut pandang dari siapa akan menilai. Baik dari sudut pandang politik, karena lahirnya pemerintahan Orde Baru, maupun dari sudut pandang setelah lahirnya Orde Baru dan dibentuk Yayasan Supersemar untuk menunjang pendidikan nasional dengan memberikan bantuan dana beasiswa bagi para sarjana baik strata satu, strata dua, hingga strata tiga (doktor). 

Terlepas dari itu semua, fakta yang terjadi , Yayasan Supersemar yang dibentuk oleh Presiden RI Ke-2 Soeharto pada tahun 1974, berdasarkan keterangan dari mantan ketua umum keluarga mahasiswa dan Alumni penerima Beasiswa Supersemar, (KMK PBS) Taufiq Rachman, Yayasan Supersemar telah memberikan beasiswa dan bantuan pendidikan kepada lebih dari dua juta mahasiswa.

Baik S1, S2, maupun S3 dan lebih dari seribu alumni penerima beasiswa telah tercatat sebagai profesor atau guru besar. Antar la lain Prof Dr Nasarudin Umar, Prof Dr Mahfud MD mantan Menkopolhukam, Prof Dr Yohanes Surya fisikawan yang mendirikan universitas unggulan, Prof Dr Muhammad Nuh mantan menteri pendidikan, Prof Dr Ketut Surajaya Guru besar Universitas Indonesia dan ribuan lagi yang tidak terhitung. Dan yang lebih spektakuler adalah 70 persen dari Rektor diberbagai universitas negeri di Indonesia adalah alumni penerima beasiswa Supersemar. 

Dua juta penerima beasiswa Supersemar itulah penggerak pendorong Indonesia ke depan sebagai sebuah bangsa yang maju yang akan mendidik dan melahirkan jutaan bahkan puluhan juta pelajar, mahasiswa di negeri ini, seperti yang dicita-citakan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 kita, yaitu "untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, keadilan sosial".

Yang mana untuk mencapai cita cita proklamasi tersebut hanya dengan cara adanya pendidikan yang memadai untuk menelurkan dan mendidik manusia manusia unggul agar bisa berpikir dan berwawasan untuk mencapai perdamaian abadi seperti yang tertulis dalam pembukaan dalam kontitusi kita. 

Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru , Dalam catatan hukum dari berbagai sumber pada tanggal 11 Oktober 1999 Jaksa Agung Andi M Ghalib, telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan karena dianggap telah terjadi penyalahgunakan wewenang dana negara yang dilakukan Presiden Soeharto melalui ketujuh yayasan yang dimilikinya namun dinyatakan tidak terbukti.

Akan tetapi pada saat Pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid (Gus Dur), ia memerintahkan dibukanya kembali penyidikan lewat Kejaksaan Agung dan menetapkan Presiden Soeharto jadi tersangka. Walau pun proses persidangannya dihentikan karena beliau sakit, dan tidak tuntas. Namun hal itu ditindaklanjuti lagi melalui Kejaksaan Agung RI pada pemerintahan selanjutnya yakni Pemerintahan Jokowi.

Kejaksaan Agubg melakukan gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar, sesuai keterangan juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat itu, Achmad Guntur, yang dianggap telah terjadi penyelewengan dana beasiswa. Dimana telah disalurkan/ dipinjamkan kepada pihak ketiga dalam bisnis yang dalam gugatan tersebut pada tanggal 19 Nopember 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyita Gedung Granadi yang katanya kejaksaan dimiliki Yayasan Supersemar, yang terletak di jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, sebagai bagian dari pelaksanaan putusan Mahkamah Agung terhadap Yayasan Supersemar.

Celakanya, Gedung Granadi kemudian diketahui bukan merupakan aset dan milik dari Yayasan Supersemar, akan tetapi milik dari Yayasan Dakab (Dana Abadi Kharya Bhakti) dengan demikian secara hukum acara walaupun dalam status sita, tidak mungkin bisa dieksekusi.

Masa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun, banyak sekali yang telah dicapai, dimana Indonesia sebagai Macan Asia dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi melebihi Korea Selatan,, Jepang dan Singapura. Adanya pembangunan SD Inpres dan biaya pendidikan yang murah, kebutuhan pangan papan sandang, dengan swasembada beras, dengan Repelita-nya baik jangka pendek, menengah dan panjang. 

Apabila pencapaian Orde Baru saat itu dilanjutin oleh pemerintahan selanjutnya pada masa reformasi, siapapun presiden selanjutnya dan semua pihak punya komitmen maka Indonesia sudah jadi negara maju setara dengan Jepang dan Korea Selatan. Dengan penguasaan teknologi dan kemampuan sumberdaya manusia yang adaptif, dan berkualitas, tidak lagi terjebak politik praktis yang mengarah kepada penghancuran pengaruh rezim sebelumnya, yang dianggap sebagai warisan yang jelek, padahal kita bisa rasakan sendiri saat ini stabilitas politik, keamanan , dan ekonomi lebih baik secara merata saat masa lalu. 

Jangan jadikan politik hukum untuk memundurkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan oleh para pemimpin masa lalu, jangan karena kepentingan politik praktis lalu masyarakat lah yang jadi korban ketidakàdilan yang sesungguhnya adanya hari ini karena adanya masa lalu. Alangkah lebih indah seandainya dulu masa masa permulaan reformasi, segala program Orde Baru bisa dilanjutkan seperti halnya program program masa pemerintahan Joko Widodo yang akan dilanjutkan oleh Pemerintahan kedepan dari Prabowo Subiyanto dab Gibran Raka Buming Raka.

Tentu rakyat akan lebih nyaman lebih makmur dan pembangunan telah melaju lebih tertata melalui Repelita dan GBHN dimana Negara dan pemerintahan punya petunjuk atau kompas yang akan dicapai ke depan. Sebagai bangsa timur yang punya karakteristik unggah-ungguh, sopan santun baik dalam kehidupan sehari hari, maupun cara berpolitik yang seharusnya sebagai slogan keindonesiaan, apakah kita pantas disebut sebagai bangsa yang berjiwa dan karakter Pancasila, kalau masih ada dikotomi, dan ganjalan pada politik masa lalu yang lalu dijadikan alasan untuk melakukan politik hukum .

Padahal sudah jelas terbukti bermanfaat bagi generasi saat itu, yang akan menerima estafet kememimpinan masa kini, seperti halnya keberadaan Yayasan Supersemar yang telah melahirkan ribuan guru besar, dan jutaan sarjana, baik S1 maupun S2 , yang saat ini menjadi soko gurunya pendidikan yang akan melahirkan pemimpin pemimpin bangsa. Apakah kita akan melupakan jasa itu kah ? Mari kita hargai jasa para pahlawan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu ingat dan menghargai pahlawannya.

Sejartera dan adil negeriku , yang telah berkorban para pendiri bangsa ini dengan susah payah , darah keringat , air mata, telah engkau sumbangkan demi kami anak anak bangsa kedepan nya. 


Tinggalkan Komentar