Kampanye Capres Diminta Bahas Izin Freeport, DPR: Pemerintah Sekarang Terlalu Terburu-buru - Telusur

Kampanye Capres Diminta Bahas Izin Freeport, DPR: Pemerintah Sekarang Terlalu Terburu-buru


telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR Mulyanto minta para capres mengangkat dan menyoroti soal perpanjangan perizinan PT. Freeport Indonesia ( PTFI) yang dipercepat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam masa kampanye Pilpres 2024. 

Alasannya, isu ini sangat strategis lantaran mengenai perpanjangam izin harusnya menjadi kewenangan Pemerintahan yang akan datang, bukan kewenangan Jokowi, apalagi diputuskan di tahun-tahun politik sekarang ini.

Sesuai PP Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di pasal 59 ayat (1): Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batubara diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.

Izin pertambangan PTFI sendiri berakhir pada tahun 2041. Bila paling cepat pengajuan izin perpanjangan adalah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, maka pengajuan izin pertambangan tersebut baru bisa diajukan paling cepat pada tahun 2036.  

"Ini kan masih sangat lama. Untuk apa Pemerintah terburu-buru berencana memberikan izin perpanjangan. Apa urgensinya? Apalagi dengan menabrak peraturan perundangan yang ada. Belanda kan masih jauh," tegas Mulyanto, Selasa (28/11/23).

Menurut Mulyanto, Pemerintah kebiasaan memanjakan Freeport dengan melanggar aturan. Sikap ini tidak sehat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.  

Ia mencatat, sebelumnya Pemerintah melanggar UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Minerba dengan memberi izin ekspor konsentrat tembaga PTFI. Padahal jelas-jelas melanggar UU Minerba.

"Jadi terkesan berbagai perundangan yang ada itu gampang dilanggar oleh Pemerintah. Wajar bila publik jadi curiga upaya ini sarat kepentingan politik jangka pendek," ujarnya. 

Selain itu, kebiasaan mengubah-ubah aturan akan mendorong Indonesia menjadi negara kekuasaan bukan negara hukum sebagaimana diamanatkan Konstitusi. 

"Ini kan preseden buruk. Saatnya para Capres mengoreksi ini," tegasnya. [Fhr] 


Tinggalkan Komentar