Kampung Sayyidan Dalam Sejarah Perang Diponegoro dan Peran Kaum Ba'alawi Menurut Sejarah - Telusur

Kampung Sayyidan Dalam Sejarah Perang Diponegoro dan Peran Kaum Ba'alawi Menurut Sejarah

Ilustrasi : Foto: Ist

telusur.co.id -Oleh : Agus Widjajanto, Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial Budaya dan Sejarah Bangsa. 

Sejarawan sejarah Islam Nusantara KH Agus Sunyoto, dalam ceramahnya menyatakan , bahwa orang orang Jazirah Arab khususnya dari kota Hijaz yang terletak antara Mekah hingga Madinah , sebelum berdirinya Negara Kerajaan Saudi Arabia yang didirikan oleh dua orang tokoh yakni Mohammad bin Abdul Wahab ( yang dikenal sebagai pendiri dan tokoh kaum Wahabi ) dan Muhammad bin Sa' ud yang keturunannya hingga saat ini menduduki tahta sebagai penguasa Saudi Arabia , dimana pada tahun 17 90 Masehi terjadi pergolakan antar sesama Moeslim di jazirah Arab dimana kaum Wahabi telah memburu dan membantai kaum ahli sunah wal jamaah yang mengkultuskan makam dari Imam Husain , dalam ziarahnya , dan para keturunan Rosullullah , saat itu, hingga terjadi korban hampir 6000 orang dibantai, dikota Hijaz , 

Para Sayyid dan Syarif dari keturunan Nabi tersebit meninggalkan kita Hijaz dan mengembara keberbagai penjuru dunia , diantaranya adalah ke Nusantara , dan Jawa pada tahun 1790 dengan menaiki kapal dagang Belanda yang berlayar ke Jawa dan Pulau pulau sumatera , Kalimantan , diantaranya sebagian masuk ke daerah Surakarta dan jogjakarta saat pemerintahan Hamengkubuwono ke 2 , oleh beliau sebagai Raja Jogja , diberikan lah tanah untuk pemukiman para Sayyid dan Syarif ini yang dikenal dengan kampung Sayyidan di wilayah Jogja . Dari kampung Sayyidan inilah para keturunan Rosullullah yang terusir dari jasirah Arab khususnya kota Hijaz ini berasimilasi kawin dengan wanita pribumi dan beranak Pinak hingga saat ini, dimana saat pecah perang Jawa yang dikenal dengan perang Diponegoro , para Sayyid di kampung Sayyidan ini secara sukarela menjadi pasukan dari pangeran Diponegoro pada tahun 1825 hingga berakhir pada tahun 1830 . Setelah perang berakhir dan Pangeran Diponegoro ditangkap para Sayyid dari kampung Sayyidan ini meninggalkan Jogja dan mengembara berdakwah hingga makam makamnya dengan Nama Jawa ditemukan menyebar didaerah Jawa tengah bagian Utara hingga Jawa timur bagian selatan , dan Utara. Perang Jawa sendiri merupakan perang gerilya yang hampir membuat bangkrut pemerintahan Hindia Belanda , di Indonesia , dimana Kas Negara terkuras untuk perang tersebut , yang kemudian. Oleh pemerintah Hindia Belanda , menerapkan politik tanam paksa kepada rakyat Bumi putera ( pribumi asli ) untuk mengembalikan kas negara tersebut . 

Dua tahun setelah perang Diponegoro berakhir , pemerintah Hindia Belanda atas saran dari ahli sejarah Islam dan sosiologi Belanda yakni Prof Snouck Hurgronje , yang memang dipersiapkan dan disekolahkan di Mesir dan Arab Saudi untuk mempelajari Islam dan budaya nya untuk mengetahui kelemahan dari kaum Bumi putera , dimana saran nya adalah mendatangkan kaum Moeslim dari Daerah Hadramaut Yaman yang sedang bergolak perang saudara saat itu untuk didatangkan ke Jawa dan Sumatera sera Kalimantan dan pulau pulau di Nusantara ini untuk bisa meredam terjadi nya pemberontakan seperti hal nya perang Diponegoro di Jawa, kaum Padri di Sumatera Barat dan perang Aceh , yang dalam sejarahnya tercatat hingga diangkat menjadi Mufti batavia dari keturunan Yaman saat itu yakni Habib Usman bin Yahya . Yang datang secara bergelombang , dimana gelombang pertama didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1838 hingga bergelombang datang pada tahun 1900 Masehi yang oleh pemerintah Hindia Belanda dilakukan sensus pada tahun 1859 Masehi jumlah orang orang Yaman dari Hadramaut yang telah menetap di Hindia Belanda sebanyak 7.786 jiwa. Yang lalu mendirikan organisasi keagamaan pencatatan silsilah orang orang dari Hadramaut Yaman tersebut dengan Nama Rabithah Alawiyah pada tahun 1928 Masehi yang didirikan oleh Alwi bin Thahir Al Hadad .

Jadi dalam catatan sejarah memang yang ikut perang dalam perang Jawa yakni perang Diponegoro adalah kaum golongan Sayyid yang datang dari kota Hijaz antara kota Madinah dan kita Mekah saat itu, yang berkampung di kota Sayyidan jogjakarta , sedang kaum dari golongan Hadramaut Yaman yang dikenal dengan Habib Ba'alawi baru datang pada tahun 1838 atau dua tiga tahun setelah perang Jawa berakhir dan difasilitasi oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Dari fenomena yang terjadi saat ini beberapa oknum dari Kaum Ba' alawi selalu melakukan doktrinisasi terhadap para kaum pribumi atau dulu disebut Bumi putera soal keturunan Rosullullah dan surga serta neraka, menurut Prof Menachem Ali yang diwawancarai oleh H Rhoma Irama , menyatakan bahwa berdasarkan manuskrip tertulis yang mana selalu dijadikan bahan rujukan nasab dan manuskrip tertulis tersebut sudah ditemukan pada 3 abad sebelum Masehi dan pada abad ke 7 juga sudah dapat dikonfirmasi saat Nabi Muhammad hidup menang sudah ada bukti, tapi khusus untuk kaum keturunan Ba' alawi dari Yaman tersebut terputus manuskrip tertulis sebagai sumber rujukan keturunan tokoh Sayyid ubaidillah anak dari Sech Ahmad Al Muhajir selama 500 tahun yakni tidak terkonfirmasi pada abad ke 4, abad ke 5, ke 6 , ke 7 dan ke 8 Masehi , baru ada pada abad ke 9 secara internal mereka , jadi menurut prof Menachem Ali seorang ahli fifolok dari Universitas Airlangga , dan KHbImadudin Ustman Al Bantani , cukup menjadi keyakinan kelompok nya dan pribadi pribadinya saja , tapi jangan dijadikan alat doktrinisasi Untuk mempengaruhi kelompok keturunan lain bahwa mereka keturunan Nabi dan berkaitan dengan Surga dan neraka. Yang tentu akan menjadi masalah tersendiri antar kelompok masyarakat , apalagi jikalau sudah mau memutar balikan sejarah bangsa ini , dan melakukan pemalsuan makam makan leluhur para Raja Raja Jawa, tentu kedepan jikalau tidak mengalami kesadaran akan fenomena terjadinya penjajahan budaya dan sejarah ini akan secara masif dan terstrukture yang akan merubah wajah sejarah bangsa ini kedepan , bukan lagi tokoh tokoh kemerdekaan Seperti yang sekarang dalam sejarah dan raja raja Jawa dulu bukan orang Jawa nusantara sesuai sumpah pemuda pada tahun 1908 lagi pada sejarah 50 tahun kedepan , dan ini harus diwaspadai kata KH Imaduddin Usman Al Bantani .

Jangan sekali kali melupakan sejarah bangsa ini, dimana para pahlawan kusuma bangsa telah mengorbankan jiwa raga dan harta demi menjaga martabat sebagai sebuah Bangsa , yang bernama Indonesia. Tanah air , tumpah darah dan ibu pertiwi kita sejak lahir hingga mati nanti , beserta leluhur keluhur kita sebelum nya. Dan harus kita pertahankan karena ini rumah kita, bangsa kita, tanah air kita.


Tinggalkan Komentar