Kemenkominfo Tegas Meminta Jurnalis Dapat Menangkal Hoax Sampai ke Akar-akarnya - Telusur

Kemenkominfo Tegas Meminta Jurnalis Dapat Menangkal Hoax Sampai ke Akar-akarnya

Diskusi Publik dengan Pakar Media.

telusur.co.id -  Perhimpunan Mahasiswa Jakarta (PMJ), menggelar Diskusi Bareng Media Massa bertajuk, “Peran Media Massa dan Millenial dalam Mengawal Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf" sebagai upaya membangun informasi yang bersifat konstruktif dan solutif. Tidak saja bagi masyarakat namun juga bagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang saat ini sedang menjalankan masa kepemimpinannya untuk periode kedua.

"Maka saat ini bukan lagi masalah infrastruktur yang harus dibangun namun harus memulai inovasi-inovasi baru demi berjalannya perjalanan bangsa. Itu tidak bisa dilepaskan dari peran Media Massa dan Millenial," ucap Moderator Diskusi Publik, Feri Sanjaya yang juga Akademisi Universitas Bung Karno (UBK) digelar di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Selasa, (19/11/2019).

Menurut Feri, peran media massa yang saat ini banyak dilakukan oleh generasi milenial harus bisa menjadi gerbang ilmu dan informasi kepada khlayak ramai. Sebab mencermati pesatnya teknologi millenial di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, terutama penggunaan media sosial yang masif, menjadi perhatian utama bagi kebutuhan informasi masyarakat sekaligus maraknya informasi hoaks yang justru destruktif bagi citra pemerintah, Inilah yang harus menjadi perhatian bersama.

Terkait dengan hal itu, Pengamat Politik dari Indonesian Public Intitute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan, media massa harus memiliki tanggung jawab merespon hal-hal yang sedang hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat.

"Media harus menjadi penyeimbang serta harus menjadi pelayan publik untuk memberikan informasi-informasi yang relevan dan bisa di nikmati masyarakat. informasi konstruktif dan solutif," ucapnya.

"Pers adalah bagian dari masyarakat yang harus didukung untuk mengotrol jalannya pemerintah, mengawal jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian pers harus bisa menjadi penyeimbang dimana di salah satu sisi, harus membantu pemerintah menjadi control, dan pers juga harus bisa menjadi media informasi kepada masyarakat,” pungkasnya.

Senada dengan Karyono, Sekretaris PWI DKI Jakarta, Kesit B. Handoyono menyatakan bahwa, tantangan pers hari ini semakin berat, dengan adanya media soyang begitu banyak dengan arus golabalisasi yang makin cepat. Situasi ini, menurut Kesit, menjadikan pers harus bisa menjadi penyeimbang.

"Pers harus bisa memberikan informasi yang relevan dengan mengkroscek berita tersebut supaya tidak menjadi hoax. Selain itu dalam pers harus bisa menguji kebenaran berita-lberita yang bertebaran di kalangan masyarakat sehingga bisa meminimalisir berita yang tidak semestinya,” tutur Kesit.

Sebab, menurut Kesit, selain sebagai media informasi, pers punya tanggung jawab kepada masyarakat sebagai agent control, agent untuk mendidik masyarakat mendapatkan berita yang murni.

"Ada berbagai regulasi yang mengharuskan pers memberikan berita yang tidak sesuai fakta, karena jika pers memberikan berita yang tidak sesuai dengan fakta atau hoax maka itu akan mendapatkan sanksi dari regulasi yang ada. Dalam hal ini, Pers memiki pelayanan informasi dengan berbagai kode etik yang harus dijalankan oleh semua jurnalistik,” imbuhnya.

Kesit menegaskan, kalau di media itu yang bertanggung jawab sebenarnya bukan wartawan tetapi penanggungjawab media, sehingga, ketika berita itu beredar di masyarakat, maka sepenuhnya yang bertanggung jawab adalah penanggung jawab. "Sementara jika bicara kode etik, maka semua wartawan itu, seperti Pemred, Redaksi, dan wartawan semua terikat oleh satu kode etik,” tandasnya.

Berbeda dengan dua narasumber sebelumnya, Plt Kabag Pelayanan Informasi Biro Humas Kementerian Kominfo RI, Helmi Fajar Andrkanto mengatakan, masyarakat harus dapat membedakan antara Dewan pers dan Kominfo.

"Kominfo memiliki UU nomor 40 yang tidak bisa di intervensi oleh pihak manapun, sehingga kominfo selalu bekerja dengan regulasi yang ada. Maka dari itu dibuatlah dewan pers untuk bisa menata dan mengelola media pers supaya sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutur Helmi.

Menurutnya, saat ini, hoax adalah musuh bersama yang harus ditiadakan. Karena ini menjadi sebuah polemik di kalangan masyarakat terkait informasi yang berlaku.

"Hampir 160 juta rakyat Indonesia menggunakan internet untuk mengakases berita media. Maka dari itu berita yang tidak relevan harus kita awasi sehingga tidak boleh terjadi berita yang tidak sesuai fakta," tegas Helmi.

Oleh sebab itu, bagi Helmi, seorang jurnalis harus bisa meneliti kebenaran berita yang akan disampaikan. Mulai dari penyampaian berita, dimana berita tersebut terjadi dan lain sebagainya, sehingga kepastian berita tersebut benar adanya. Helmi pun meminta kepada generasi millenial yang berprofesi sebagai jurnalis atau wartawan dapat menangkal hoaks sampai ke akar-akarnya.

Kendati begitu, menurut Helmi, pemerintah sebagai pelayan masyarakat juga harus bisa memberikan layanan yang semestinya kepada, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi publik yang utuh.

"Saat ini rezim yang ada ingin memberikan pelayanan yang ingin memanjakan masyarakat, sehingga masyarakat puas akan hal itu,” tambah Helmi. Caranya, adalah membentuk sistem narasi tunggal yang bersumber dari satu Kementerian.

"Artinya informasi yang dikeluarkan oleh kementerian hanya bersumber pada satu narasi saja. Sehingga tidak menyulitkan masyarakat,” paparnya.

Sementara itu, terkait dengan peran millenial dalam pengawalan pemerintahan Jokowi, Pegiat Millenial, Reza Fahlevi memaparkan, hampir di seluruh belahan dunia manapun, anak muda selalu mengambil peran penting dalam setiap momentum perubahan dinegaranya. Menurut Reza, Indonesia di abad 20, yang mana sumpah pemuda menjadi pemantik persatuan dan kesatuan bangsa dapat menjadi pemantik untuk memproklamirkan kemerdekannya.

"Pemuda harus bisa menjadi orang-orang yang selalu berfikir solutif karena dalam diri pemudalah benih-benih intektulaitas itu tumbuh subur dan segar. Pemuda harus bisa mengkaji setiap permasalahan yang ada supaya bisa membantu bangsa dan Negara, mengahadapi bonus demografi yang mana ini yang dicita-citakan semua negara," tutup Reza. [asp]

Laporan : Arianto Deni


Tinggalkan Komentar