telusur.co.id - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel menilai, faktor intoleransi merupakan bibit utama dari radikalisme. Karena itu, proses demokrasi harus dikelola agar tidak menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat.
“Faktor intoleransi adalah bibit utama dari radikalisme, kalau tidak dikelola dengan baik akan ada friksi-friksi di masyarakat,” katanya,dalam Konsolidasi Kebangsaan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK), Jakarta, ditulis Sabtu (9/9/23).
Hal itu dikatakan Rycko merujuk pada hasil survei Litbang Kompas 2023 yang menunjukkan bahwa toleransi menempati posisi pertama faktor penyebab polarisasi masyarakat jelang Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Kepala BNPT mengajak semua pihak untuk mewaspadai faktor intoleransi tersebut. Jika tidak, katanya, intoleransi dapat diikuti oleh faktor-faktor lain, seperti hoaks dan politik memecah belah.
Ia menjelaskan bahwa intoleransi bisa merebak karena hasil dari gerakan ideologi yang dilakukan oleh sel-sel teroris secara masif, sistematis, dan terstruktur.
Menurutnya, mekanisme bersama dari pemerintah, tokoh agama, masyarakat, hingga akademisi dan media massa turut berperan dalam membangun kesadaran dan ketahanan nasional, serta menciptakan iklim demokrasi yang sehat.
“Harus dibuat mekanisme secara kebersamaan, dengan tokoh agama, masyarakat, melibatkan semua pihak. Jangan kita jadikan demokrasi untuk melakukan kebebasan yang kebablasan,” katanya.
Konsolidasi Kebangsaan LPOI-LPOK 2023 mengangkat tema "Mitigasi Turbulensi Politik 2024, Mewaspadai Radikalisme Intoleran, dan Penyelamatan Aset-Aset Bangsa".
Konsolidasi tersebut dihadiri oleh Ketua Umum LPOI-LPOK K.H. Said Aqil Siroj; Menko Polhukam Mahfud MD; serta beberapa unsur pimpinan perwakilan organisasi-organisasi anggota dan sahabat LPOI-LPOK.[Fhr]



