Ketua MPR RI Dukung Pembentukan Lembaga Khusus Tangani Sengketa Kesehatan - Telusur

Ketua MPR RI Dukung Pembentukan Lembaga Khusus Tangani Sengketa Kesehatan


telusur.co.id - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur Bambang Soesatyo menjadi salah satu penguji dalam ujian sidang tertutup mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur Amin Ibrizatun, yang berprofesi sebagai dokter di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta. Mengangkat tema disertasi tentang 'Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Kesehatan Melalui Upaya Mediasi'.

Mediasi sebagai upaya mendapatkan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa kesehatan, merupakan isu yang menarik dan monumental. Terutama setelah disahkannya RUU Kesehatan menjadi undang-undang oleh DPR RI bersama pemerintah pada Selasa (11/7/23). Selain UU Kesehatan, aturan hukum lainnya yakni pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.

"Melalui mediasi, para pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan perkara diluar pengadilan secara cepat. Namun bagaimana tata cara dan prosedur mediasinya hingga bisa memberikan kepastian hukum bagi pihak yang bersengketa, belum diatur dengan jelas. Karena itu perlu ada peraturan lanjutan sebagai turunan dari UU Kesehatan. Selain itu, usulan Ibu Amin Ibrizatun mengenai adanya lembaga khusus sebagai tempat mediasi, layak untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah dan pihak terkait lainnya," ujar Bamsoet saat menjadi penguji dalam ujian sidang tertutup mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur Amin Ibrizatun, di Universitas Borobudur, Jakarta, Kamis (13/7/23).

Para penguji lainnya yakni, Rektor Universitas Borobudur Prof. Bambang Bernanthos, Direktur Pascasarjana Program Doktor Hukum Universitas Borobudur Prof. Faisal Santiago, penguji eksternal Prof. Zainal Arifin Husein, Promotor Prof. Abdullah Sulaiman, dan Ko-Promotor Dr. Megawati Barthos.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, untuk memudahkan proses mediasi, juga diperlukan dukungan dari para advokat yang menjadi kuasa hukum bagi para pihak yang bersengketa. Advokat bisa memberikan nasihat hukum yang konstruktif didalam proses mediasi, sehingga para pihak dapat menemukan titik temu perdamaian.

"Pada dasarnya dalam penyelesaian sengketa terdapat dua bentuk, yakni di luar pengadilan (non litigasi) dan melalui pengadilan (litigasi). Terkait penyelesaian sengketa di luar pengadilan, pemerintah dan DPR telah membentuk UU No.30 tahun 1999 tentang Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menegaskan bahwa sengketa dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan mengesampingkan secara litigasi. Karena itu, prinsip mediasi dalam penyelesaian sengketa kesehatan melalui lembaga khusus, bisa diterapkan," jelas Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD (PADIH UNPAD) dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, sepanjang periode 2016-2019 tercatat dari berbagai sumber, jumlah sengketa kesehatan di peradilan umum mencapai 362 kasus. Di tahun 2020 meningkat menjadi 379 kasus. Berbagai sengketa tersebut bahkan masih ada yang belum bisa diselesaikan di meja pengadilan umum.

"Melalui terobosan mediasi, berbagai sengketa kesehatan tersebut bisa cepat mendapatkan kepastian hukum baik bagi pelapor maupun terlapor. Sekaligus menjadi perlindungan bagi tenaga kesehatan/tenaga medis agar dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, mereka tidak lagi dihadapkan pada masalah hukum pidana sebelum adanya mediasi yang dilakukan melalui lembaga khusus," pungkas Bamsoet.


Tinggalkan Komentar