telusur.co.id - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT), pada Jumat (26/2/21) malam.
Pegiat media sosial Denny Siregar turut mengomentari soal OTT tersebut. Dia mempertanyakan kinerja KPK yang kerap mengungkap dugaan korupsi dengan nilai yang terbilang kecil.
"Kenapa @KPK_RI kalo nangkep cuman dapet ikan teri, tapi kalau @KejaksaanRI selalu nangkep ikan paus??," cuit Denny sambil mengunggah salah satu laman media daring yang menyebut barang bukti dari OTT Nurdin senilai Rp 1 miliar.
Menurutnya, pemberitaan soal keberhasilan KPK terlalu dibesar-besarkan. Padahal yang dilakukan KPK tak lebih dari sekedar penyadapan dan OTT.
"Beritanya yg digedein, nggak sanggup kembangkan kasus korupsi yang canggih. Komisi Penyadapan Korupsi, tepatnya," sindirnya.
Keberhasilan KPK, kata Denny, masih bertolakbelakang dengan anggaran operasionalnya yang fantastis. Jika KPK hanya dapat menindak korupsi dengan nominal yang tergolong kecil, ia menilai lembaga anti rasuah tersebut kurang efektif.
"Anggaran operasional @KPK_RI disetujui Rp 1,3 triliun atau seribu tiga ratus miliar rupiah. Dapetnya kasus 1 miliar, 2 miliar. Kapan balik modalnya??," katanya.
Meski menghujani dengan kritik, namun Denny tetap mendukung kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, pemberantasan korupsi ala KPK sudah kurang canggih
"Saya dukung @KPK_RI juga tangkep pejabat2 korupsi itu. Tapi mbok ya jangan gitu-gitu aja kerjanya. OTT oke, tapi yang rumit jangan lupa. Coba ke Balaikota deh, di sana banyak kasus," cuitnya lagi.
Menurut Denny, meski Undang-undang KPK telah direvisi namun kinerja lembaganya masih biasa-biasa saja. Hal tersebut menurutnya karena orang-orang di dalamnya masih bekerja secara konvensional seperti dulu.
"Karena orang teknisnya masih yang itu-itu aja. Yang kemampuannya kurang, tapi tetap bertahan disana. Bongkar semua, baru beda," tukasnya. (fhr)