telusur.co.id -Komite II DPD RI menegaskan pentingnya penguatan sinergi kelembagaan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam upaya mitigasi dan penanganan bencana di Indonesia. Sebagai negara yang berada di kawasan rawan bencana, kolaborasi tersebut dinilai sangat krusial untuk memperkuat kesiapsiagaan dan membangun ketangguhan nasional dalam menghadapi ancaman bencana alam maupun non-alam.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BNPB di DPD RI, Selasa (4/11/2025), Ketua Komite II DPD RI Badikenita Sitepu menekankan bahwa BNPB memiliki peran sentral dalam membangun sistem penanggulangan bencana yang terintegrasi. Namun, sejumlah tantangan masih dihadapi dalam pelaksanaannya, termasuk penyelarasan data kebencanaan, keterbatasan sumber daya manusia, dan lemahnya budaya sadar bencana di masyarakat. Ia menyebut, sinergi antara DPD RI dan BNPB penting untuk memperkuat kebijakan dan dukungan anggaran yang berkelanjutan.
“BNPB memiliki peran sentral dalam mewujudkan ketangguhan Indonesia dalam menghadapi bencana baik bencana alam maupun bencana non-alam. BNPB berperan penting dalam memitigasi dampak bencana dan pemulihan pasca bencana,” ujar Badikenita.
Badikenita menambahkan bahwa dukungan kelembagaan perlu diperkuat tidak hanya pada saat terjadi bencana, tetapi juga dalam fase prabencana dan pascabencana. Ia menilai penambahan alokasi anggaran menjadi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan nasional di bidang kebencanaan.
“Komite II DPD RI mendukung BNPB untuk penambahan anggaran dalam rangka peningkatan dan pengembangan program prabencana, saat bencana, dan pasca bencana untuk mewujudkan ketahanan nasional,” tegasnya.
Dalam rapat tersebut, Anggota DPD RI dari Maluku Nono Sampono mengingatkan bahwa secara geografis Indonesia berada di wilayah yang sangat rentan terhadap bencana, terutama karena berada di jalur cincin api dunia (Ring of Fire). Ia menilai, tantangan mitigasi bencana semakin kompleks dengan adanya perubahan iklim global dan kenaikan permukaan air laut.
“Indonesia berada di kawasan ring of fire yang terdapat gunung merapi dari Sumatera sampai Philipina yang dipengaruhi oleh lempeng Australia dan Singapura. Secara kodrat, sewaktu-waktu kita memang akan terjadi bencana. Belum lagi global warming yang mengakibatkan pencairan es di kutub yang bisa menyebabkan pulaunya hilang,” jelas Nono.
Menurutnya, kerja sama kelembagaan antara DPD RI, BNPB, dan Basarnas perlu terus diperkuat untuk memastikan respons cepat dan efektif di lapangan. Ia juga mengusulkan agar anggota DPD RI dapat dilibatkan dalam kegiatan kebencanaan di daerah agar fungsi pengawasan dan advokasi berjalan lebih optimal.
“Menurut saya, ada baiknya, jika terjadi sesuatu, perlu kolaborasi antara BNPB dengan DPD RI terutama dalam menyiapkan masyarakat ketika menghadapi bencana,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Sumatera Barat Muslim M Yatim menyoroti pentingnya pelibatan perwakilan daerah dalam program mitigasi bencana di wilayah-wilayah yang memiliki risiko tinggi. Ia menjelaskan bahwa daerah seperti Sumatera Barat menghadapi potensi gempa megathrust yang disertai tsunami besar, sehingga diperlukan perencanaan dan edukasi yang matang kepada masyarakat. Muslim menilai, mitigasi yang terencana dapat membuat masyarakat hidup berdampingan dengan potensi bencana, sebagaimana yang dilakukan di negara-negara maju.
“Jika kita memberikan mitigasi, berupa latihan dan pencerahan, mereka bisa hidup berdampingan dengan gempa dan musibah ini. Seperti Jepang, meski sering terjadi gempa, mereka sudah siap dan hidup berdampingan dengan gempa yang terjadi hampir setiap hari. Ini karena perencanaan dan mitigasi yang baik, dan ini bisa melibatkan DPD RI,” lanjutnya.
Sementara itu, Sekretaris Utama BNPB Rustian menegaskan komitmen lembaganya untuk memperkuat kolaborasi dengan DPD RI, baik dalam penyusunan kebijakan maupun pelaksanaan program mitigasi di lapangan. Ia mengakui bahwa indeks risiko bencana Indonesia masih tinggi dan memerlukan sinergi lintas sektor untuk menekan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.
“BNPB siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan DPD RI terkait mitigasi dan penanganan bencana di Indonesia. Indeks risiko bencana di Indonesia masih tinggi, seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor, kekeringan, hingga cuaca ekstrem,” ujar Rustian.
Rustian menjelaskan, berdasarkan data tahun 2024, terdapat 151 kabupaten/kota di Indonesia yang termasuk kategori berisiko tinggi, dengan sebaran di wilayah pesisir Sumatera, selatan Jawa, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Karena itu, diperlukan penguatan mitigasi berbasis potensi daerah serta peningkatan kapasitas masyarakat untuk menghadapi bencana.
“Kita akan memperkuat kegiatan mitigasi bencana sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah. Mendorong kapasitas masyarakat dalam menghadapi persiapan bencana,” jelasnya.



