Konsistensi Hilirisasi  SDA  Untuk Percepatan Transformasi Ekonomi - Telusur

Konsistensi Hilirisasi  SDA  Untuk Percepatan Transformasi Ekonomi

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (foto:istimewa)

Oleh: Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI/Ketua Dewan Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Tetap Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Borobudur dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)

Sumber daya alam (SDA) yang dikuasai negara menjadi begitu berharga karena dibutuhkan pasar dan komunitas internasional, kini dan di masa depan. Mengacu pada potensi kebutuhan dan permintaan itu, hilirisasi potensi SDA harus dilaksanakan dengan konsisten, karena konsistensi hilirisasi menjadi momentum bagi percepatan transformasi ekonomi nasional, dengan menjadikan  investasi dan industri serta  produktivitas sebagai basis kekuatan.

Dengan bertekad mewujudkan hilirisasi potensi SDA, konsekuensi logisnya adalah berhenti menjual komoditas atau SDA mentah. Hilirisasi harus dilaksanakan dengan konsisten agar sektor industri Indonesia didorong terus melakukan pendalaman agar mampu mengolah ragam SDA itu menjadi produk akhir bernilai tambah tinggi dan kompetitif di pasar global. Hilirisasi, at all cost, harus segera dimulai karena hilirisasi SDA akan menumbuhkembangkan ragam sub-sektor industri di dalam negeri.

Berkembangnya keanekaragaman sub-sektor itu sudah barang tentu akan membuka sangat banyak lapangan pekerjaan. Mata rantai hilirisasi SDA akan menghadirkan manfaat berlipat ganda, karena dimulai dengan proses pengadaan bahan baku untuk kemudian diolah industri manufaktur menjadi barang jadi dengan nilai tambah yang tinggi. Kalau mata rantai hilirisasi terwujud di sektor pertambangan, pertanian, perkebunan hingga sektor perikanan, akan terbuka puluhan juta lapangan kerja.

Benar bahwa hilirisasi potensi SDA masih terkendala oleh aspek ketrampilan angkatan kerja dalam negeri yang saat ini belum memadai. Tetapi, fakta ini tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda program hilirisasi. Untuk memulai hilirisasi, membangun kemitraan dengan modal asing  untuk alih teknologi jangan juga diharamkan.

Di saat yang sama,  sektor pendidikan nasional pun didorong untuk segera memberi tanggapan. Ketika negara-bangsa mulai melakukan percepatan transformasi ekonomi dengan program hilirisasi SDA, sektor pendidikan tentu tahu keahlian apa saja yang paling dibutuhkan. Jangan ragu untuk melakukan penyesuaian kurikulum demi menghasilkan angkatan kerja yang berkeahlian sesuai kebutuhan.

Momentum percepatan transformasi ekonomi dengan hilirisasi SDA jangan disia-siakan lagi. Kekayaan SDA Indonesia berlimpah. Dari emas, tembaga, bauksit, nikel, timah, batu bara hingga kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao, teh dan rempah-rempah lainnya. Harus tumbuh keberanian dan kemauan mengelola dan mengolah SDA dengan penuh kebijaksanaan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Potensi kandungan timah Indonesia dicatat sebagai terbesar kedua di dunia, mencapai 800 ribu ton. Tahun 2021, produksi timah Indonesia mencapai 71 ribu ton. SDA bauksit mencapai 6,6 miliar ton bijih dan 1,1 miliar ton logam, menjadi yang terbesar keenam di dunia. Potensi cadangan bauksi diperkirakan 3,2 miliar ton bijih dan 520 juta ton logam.

Tentang emas, catatan tahun 2022 menyebutkan Indonesia memiliki cadangan emas 2.600 metrik ton dan berada di urutan enam dunia.  Tahun ini, produksi emas Indonesia tercatat 70 ton. Sementara itu, potensi kadungan tembaga dicatat sebagai terbesar ketujuh. Per 2022, Indonesia memiliki kapasitas produksi tembaga sebesar 920 ribu ton. Belum lagi batu bara termal/lignit yang pada 2022 total produksinya mencapai 615 juta ton, digunakan untuk pembangkit listrik.

Di sektor perkebunan, Indonesia berada di urutan pertama sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan luas areal perkebunannya mencapai 16,38 juta hektar, terbentang dari Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi hingga pulau Jawa. Per 2022, Indonesia tercatat memproduksi 48,24 juta ton CPO per tahun, ekivalen 55 persen dari total produksi dunia. Bersama karet, kelapa, kopi, kakao, teh dan rempah-rempah lainnya, potensi nilai ekspor produk perkebunan mencapai ribuan triliun rupiah jika diolah menjadi barang jadi.

Tak kalah pentingnya adalah memaknai dampak berganda (multiplier effect) dari aktivitas hilirisasi SDA. Tak hanya meningkatkan nilai tambah aneka ragam bahan baku itu, melainkan juga akan menarik investasi, menciptakan semakin banyak lapangan pekerjaan, serta melipatgandakan devisa ekspor. Maka, sejalan dengan perubahan zaman, momentum transformasi ekonomi itu jangan lagi ditunda-tunda. Dalam konteks kekinian, hilirisasi SDA adalah kebijakan yang sangat relevan untuk mempercepat transformasi ekonomi.

Dengan potensi kandungan nikel yang tidak kecil itu, Indonesia menjadi pemain penting dalam pengadaan baterai kendaraan listrik dan power bank skala besar atau ESS (Energy Storage System). Soalnya, per 2025 misalnya, kebutuhan nikel untuk baterai kendaraan listrik dan ESS diperkirakan mencapai 372 ribu ton, dan naik lagi menjadi 795 ribu ton pada 2030.

Dari bijih bauksit yang telah diolah menjadi logam aluminium, sangat beragam pemanfaatannya. Antara lain untuk membuat komponen atau bahan baku bangunan dan konstruksi, ragam komponen mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan hingga produk tahan lama lainnya.

Adalah keniscayaan jika Indonesia harus merumuskan strategi baru, serta membarui kebijakan dalam mengelola dan mengolah SDA. Pembaruan strategi dan kebijakan itu jelas diperlukan untuk merespons kebutuhan dan besarnya permintaan pasar global. Sudah barang tentu, dalam konteks kepentingan nasional, pembaruan strategi dan rumusan kebijakan baru itu harus berorientasi pada pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan rakyat, dan menghadirkan nilai tambah yang prosesnya dilaksanakan di dalam negeri sendiri, bukan di negeri orang lain.

Berpijak pada fakta tentang berlimpahnya kekayaan SDA Indonesia, transformasi ekonomi di era perubahan sekarang ini hendaknya menjadi kehendak bersama seluruh elemen bangsa. Dengan bertransformasi, akan diwujudkan pendalaman struktur industri nasional agar naik kelas menjadi produsen atau pembuat barang jadi (industri hilir), setelah selama puluhan tahun hanya menyandang status sebagai penghasil bahan baku (industri hulu). Dengan ekonomi yang bertransformasi, pendapatan negara dan daerah akan meningkat signifikan dari ekspor produk turunan semua SDA  itu.

Perubahan iklim  dengan keanekaragaman dampaknya, serta perkembangan teknologi yang mengubah berbagai aspek pola hidup manusia adalah pesan bahwa dunia telah dan akan terus berubah. Mau tak mau, Indonesia pun harus berubah. Bersyukur bahwa perubahan zaman itu menghadirkan momentum yang menguntungkan Indonesia karena berlimpahnya kekayaan SDA yang nyata-nyata dibutuhkan dunia, kini dan di masa depan.

Hilirisasi potensi SDA harus dilaksanakan dengan konsisten, karena konsistensi hilirisasi menjadi momentum percepatan transformasi ekonomi nasional.


Tinggalkan Komentar