Koperasi Desa Mengulang Kebijakan Kolonial dan Pepesan Kosong - Telusur

Koperasi Desa Mengulang Kebijakan Kolonial dan Pepesan Kosong


Oleh: Suroto*

 

Pemerintah Indonesia seperti sedang mengulang kegagalan strategi kebijakan lama dalam pembangunan koperasi. Koperasi diusahakan sebagai program nasional dengan pendekatan atas-bawah (top down).

Ketika dunia sedang trend mengurangi jumlah koperasi untuk konsolidasi perkuat gerakan melalui peleburan (merger) dan penggabungan (amalgamasi ), pemerintah justru melakukan penambahan jumlah koperasi besar besaran hingga sebanyak 80 ribu Koperasi Desa (Kopdes) melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025. 

Pemerintah seperti sedang mencoreng wajah gerakan koperasi di mata dunia tepat di Tahun Koperasi Internasional 2025 yang ditetapkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). PBB dalam resolusinya A/78/L.71 menetapkan tahun 2025 sebagai Tahun Koperasi Internasional (International Year of Cooperatives/IYC 2025) dan diberikan tema" Koperasi Membangun Dunia Lebih Baik". IYC 2025 ini adalah bentuk pengakuan penting dunia terhadap capaian koperasi sebagai organisasi otonom, mandiri dan demokratis. 

Sejarah perjalanan koperasi di seluruh dunia mengajarkan hal penting bahwa koperasi yang dibangun secara top down itu lemahkan prakarsa masyarakat, lemahkan basis kewirausahaanya. Daya lestari koperasi hancur dengan pola kebijakan program nasional yang politis dan menutup agenda masyarakat sendiri. 

Pembentukan koperasi secara atas bawah (top down) dan distimulasi oleh program pemerintah telah terbukti membunuh prakarsa masyarakat untuk tumbuh kembangkan koperasi sesuai dengan nilai dan prinsip prinsipnya yang benar. Koperasi kita semakin menjauh dari keberhasilanya. 

Keberhasilan banyak koperasi  di seluruh penjuru dunia itu kuncinya  karena pemerintah hargai kemandirian, otonomi dan demokrasinya yang secara kebijakan makro didukung dengan agenda demokratisasi ekonomi lebih luas. Disamping dijaga tata kelolanya sendiri secara aktif dengan kembangkan program pendidikan koperasi untuk anggota  dan masyarakat.  

Kebijakan pembentukan Koperasi Desa yang modalnya akan dibiayai dari sumber APBN, APBD, APBDes dan sumber lainya berupa kredit program baik model chanelling maupun executing terutama dari Bank BUMN adalah bentuk perusakan masif terhadap hakekat koperasi. Pemerintah seperti sedang mengulang pola kebijakan lama yang maksudnya adalah melakukan pembinaan namun justru sebetulnya ciptakan pisau tajam untuk membinasakan koperasi. 

Kebijakan yang dilakukan adalah sama dengan kebijakan kolonial. Melalui kekuasaan yang koersif negara, koperasi dihabisi prakarsanya dengan digelontori dana dari kas Pemerintah melalui Hulp Spaaken Bank di Jaman Kolonial Hindia-Belanda maupun Kyumaika ketika jaman Pemerintah Pendudukan Jepang. Tujuanya agar prakarsa masyarakat untuk membangun koperasi lumpuh, dan disisi lain berarti semakin perkuat kekuatan penetrasi bisnis kapitalis elitis.

Apa yang dilakukan pemerintah seperti mengulang kebijakan lama ketika bangun Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang kemudian diintegrasikan dengan Koperasi Unit Desa (KUD).  Pola kebijakanya sama persis dengan Orde Baru ketika kembangkan Inpres 4 tahun 1984 yang tujuanya adalah untuk konsolidasikan koperasi di desa yang multifungsi ke dalam KUD yang kemudian segera mati suri ketika dicabut privelege-nya dengan dikeluarkanya Inpres No. 18 tahun 1998. 

Koperasi di Indonesia dihadapkan dalam satu kondisi yang buruk. Secara makro, koperasi digencet melalui kebijakan yang menjauh dari sistem demokrasi ekonomi yang jadi amanah Konstitusi. Disisi lain, program pembinaan koperasi justru mendorong mafia  proyek pembinasaan koperasi yang lebih banyak untungkan makelar proyek ketimbang manfaatnya untuk masyarakat. 

Kegagalan KUD di masa lalu jelas, karena dari segi prinsip organisasinya tidak banyak diperhatikan. Pengembangan organisasinya terlalu banyak diintervensi dan pendirian koperasinya didominasi motif untuk mendapatkan berbagai fasilitas kebijakan pemerintah ketimbang sebagai upaya untuk menjawab kebutuhan riil masyarakat dan promosikan manfaat lembaga koperasi dibandingkan dengan swasta kapitalis. 

Koperasi, apapun itu jenisnya, mustinya dikembangkan di atas organisasi yang baik.  Koperasi itu adalah entitas bisnis otonom dan secara administrasi publik merupakan badan hukum privat, persona ficta yang diakui oleh negara. Pemerintah seharusnya cukup berikan lingkungan yang kondusif dengan jalankan agenda demokratisasi ekonomi. Sesuatu yang hingga hari ini jauh di tinggal di belakang dan bahkan sebagai diskursus pun tidak pernah dilakukan. 

Kegagalan kita membangun koperasi  di atas tentu dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu paradigma, regulasi maupun kebijakan pemerintah sendiri. Namun, faktor kerusakan paling fatal dari koperasi di Indonesia terutama justru karena faktor regulasi dan kebijakan pemerintah sendiri. Selama ini, Pemerintah Indonesia justru yang banyak berperan sebagai pencipta dan sekalgus perusak koperasi di masyarakat. Goverment as creator and destroyer. 

Fenomena koperasi palsu, koperasi papan nama selama ini, semua itu terstimulasi dari kebijakan pemerintah yang dominan. Maraknya rentenir berbaju koperasi selama ini manfaatkan kelemahan regulasi koperasi. Sehingga makin pertebal semak belukar koperasi yang menutup koperasi genuine, koperasi sejati. 

Ditambah secara regulasi umum yang cenderung kembangkan sistem kapitalis ketimbang demokrasi ekonomi, hilangkan lahan subur bagi tumbuh kembang koperasi. Ini persis yang dilakukan oleh pemerintah Kolonial. 

Pepesan Kosong 

Gagasan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih sepertinya sedang terus diglorifikasi pemerintah. Pejabat yang ditugasi untuk mengembangkan Kopdes ini mulai bicara serampangan dengan bebankan berbagai macam persoalan besar negara kepada lembaga yang tidak jelas konsepnya. Seperti misalnya soal isu perangi kemiskinan, pengangguran dan lain lain dari Kopdes. 

Koperasi memang dapat memerangi kemiskinan dan pengangguran, tapi dimanapun di seluruh pelosok dunia koperasi itu dibangun melalui mekanisme partisipasi masyarakat secara mandiri, bukan dengan janji janji pejabat. 

Perkataan bombastis dari pejabat bahwa Kopdes ini akan segera hasilkan keuntungan 2000 trilyun rupiah dari modal 400 trilyun yang akan disediakan, akan rekrut pengangguran sebesar 8 juta orang itu hanya seperti janji politisi di masa kampanye, dan tidak layak diucapkan oleh pejabat publik. 

Kopdes ini dari segi konsep saja sudah salah dari awal dan hanya mereproduksi ide lama yang gagal seperti Koperasi Unit Desa(KUD). Jadi membebani dengan beban beban besar kenegaraan seperti itu sungguh sangat memalukan. Padahal dilihat dari konsep, sumber modalnya, bisnisnya saja belum jelas. 

Kenapa beban beban besar kebangsaan dan kenegaraan itu tidak dibebankan kepada BUMN melalui konsolidasi BPI Danantara yang sudah jelas modalnya, bisnisnya, dan juga regulasinya? Kenapa harus dibebankan kepada Kopdes, lembaga kecil kecil yang baru level gagasan yang tidak jelas?  

Kalau sumber modalnya dari APBN, pemerintah saat ini kan sedang hadapi defisit neraca pembayaran alias untuk bayar utang saja harus gali lobang buat jurang karena untuk bayar bunga dan angsuran jatuh tempo saja musti berutang. Di nota keuangan juga tidak tampak. 

Sementara itu, jika sumber modalnya itu dari APBDes itu kan seperti sedang mengadu domba dua lembaga dengan BUMDes yang sudah eksis lebih dulu. Inipun jumlahnya sangat kecil karena dana desa itu seluruh Indonesia hanya kurang lebih 70 trilyun dan dibagi seluruh desa kurang lebih hanya 1 milyard per desa dan ini alokasinya bukan hanya untuk BUMDes tapi untuk pembangunan lainya termasuk infrastruktur. 

Sementara itu, jika gunakan skema kredit program seperti KUR di Bank BUMN misalnya, maka tentu akan berbenturan dengan kebijakan prudensial dari bank tersebut. Ini jelas tidak realistis. 

Kalau serius, kenapa tidak perlakukan Kopdes ini seperti yang dilalukan oleh Pemerintah kepada BUMN dengan lakukan mekanisme imbreng (penyerahan) asset negara kepada perseroan BUMN selama ini?. Kenapa kalau upaya privatisasi BUMN untuk kepentigan elite didukung habis habisan, sementara untuk rakyat banyak hanya diberi janji? 

Ini berarti pemerintah itu sedang sengaja hanya buat janji janji manis kepada rakyat dengan pepesan kosong sementara mereka sedang lakukan upaya perampasan asset milik rakyat besar besaran melalui BPI Danantara melalui mekanisme imbreng dan privatisasi. [***] 

 

 

*) Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang

 

 


Tinggalkan Komentar