Oleh: Suroto*

Masalah koperasi gagal bayar pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) masih terus menyeruak hingga saat ini. Masalah ini menunjukan gagalnya Kementerian Koperasi dan UKM sebagai otoritas tunggal dalam pembinaan koperasi. 

Koperasi gagal bayar adalah masalah penarikan simpanan uang  anggota koperasi pada koperasi simpan pinjam (KSP) yang tak dapat dipenuhi oleh koperasi karena sebab masalah likuiditas atau ketersediaan dana pada koperasi. 

Biasanya kasus gagal bayar ini dimulai dengan tidak terpenuhinya kewajiban koperasi pada satu atau dua orang anggota koperasi yang ingin menarik dananya dan lalu apabila kabar beritanya menyebar menyebabkan keinginan penarikan secara massal oleh seluruh anggota koperasi. 

Padahal, dana anggota koperasi tersebut ada yang merupakan tabungan-tabungan kolektif dari masyarakat seperti dari sanak saudara, dana masjid, tabungan anak sekolah, dana lingkungan, dana paguyuban dan juga tabungan pribadi yang rata-rata adalah orang-orang kecil. 

Anggota yang masuk sebetulnya rata rata terprovokasi oleh pihak manajemen koperasi yang misalnya telah menunjukkan adanya pengakuan kesehatan atau penghargaan tentang tata kelola koperasi oleh kementerian koperasi atau dinas koperasi. Selain adanya iming-iming tambahan bunga yang cukup menggiurkan yang dijanjikan oleh koperasi jika dibandingkan dengan suku bunga tabungan atau deposito di bank. 

Kasus yang masih menghangat dan belum mendapat solusi sampai saat ini adalah KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Keuangan Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda dan KSP Timur Pratama Indonesia.

Kasus yàng terjadi seperti fenomena gunung es. Kasus-kasus dengan jumlah angka lebih kecil dan korban lebih sedikit sebetulnya cukup masif di seluruh tanah air. 

Ada jutaan masyarakat kecil yang dirugikan dan mengharap-harap penyelesaian, namun dalam kenyataanya bahkan ketika masalahnya di bawa ke tingkat pengadilan belum pernah ada yang memenangkan pihak anggota. 

Sebab Gagal Bayar

Masalah koperasi gagal bayar ini ada beberapa sebab. Di antaranya adalah karena buruknya manajemen dan bahkan ada yang memang sengaja didesign dari awal untuk tujuan menipu masyarakat. 

Untuk sebab kondisi force mayor atau kondisi bencana atau kondisi  lingkungan makro ekonomi yang sedang memburuk sangat jarang terjadi. Kalaupun terjadi penyelesaianya masih cukup baik karena sama-sama dimengerti oleh anggota.  

Kasus buruknya manajemen misalnya, karena pengurusnya yang tidak cakap atau bahkan melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang seperti melakukan investasi di portofolio lain di sektor riil tanpa sepersetujuan anggota. Atau bahkan dikorupsi oleh pengurus secara kolektif atau oleh oknum.

Sedangkan untuk kasus yang sengaja didesign dari awal untuk menipu masyarakat adalah dibawa larinya dana anggota dan atau dialihkannya dana anggota koperasi tersebut ke perusahaan lainya. Bahkan pada salah satu kasus di lapangan yang terungkap menjadi semakin rumit diselesaikan karena dana yang dialihkan itu sudah menjelma di perusahaan baru yang sudah didaftarkan di pasar modal. 

Dari semua masalah internal tersebut sebetulnya disebabkan oleh masalah design arsitektur kelembagaan koperasi yang memang tidak pernah dibangun secara serius oleh Kementerian Koperasi dan UKM yang selama ini memegang otoritas satu-satunya dalam kebijakan perkoperasian. 

Regulasi dan kebijakan pemerintah yang ada dari dulu tidak pernah disusun secara serius. Bahkan ada kesan, kelembagaan koperasi ini sengaja dikerdilkan sedemikian rupa agar mati perlahan-lahan dan ditelan oleh sistem lembaga keuangan perbankkan kapitalis yang perkaya segelintir orang. 

Kejahatan Sistematis 

Sebut saja misalnya, dari sejak 20 tahun silam lebih sebetulnya gerakan koperasi mengusulkan agar dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS) untuk koperasi seperti halnya yang diberikan kepada bank. Sehingga dana masyarakat di koperasi tetap terjamin dan masyarakat merasa mendapat rasa aman dananya ketika disimpan di koperasi. 

Sampai saat ini, pemerintah dan dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM melalui pejabat-pejabatnya hanya berjanji dan berjanji dan akhirnya berujung tinggal janji dari tahun ke tahun. Lembaga semacam LPS tersebut tidak pernah terealisasi. Argumentasinya yang selalu diulang-ulang adalah karena pihak Kementerian Keuangan tidak menyetujuinya tanpa alasan.  

Tak hanya itu, upaya sistematis lain untuk membunuh koperasi, lembaga yang dicita-citakan para pendiri republik dan dikehendaki Konstitusi ini, justru dilakukan oleh pemerintah secara sengaja. 

Sebut misalnya, dengan berikan berbagai fasilitas lain seperti pemberian fasilitas subsidi bunga berpuluh triyun setiap tahun untuk bank dalam skema kredit program, tapi tidak untuk koperasi. 

Bentuk kebijakan diskriminatif dan membunuh lainya adalah  diberikannya fasilitas penjaminan pinjaman dan subsidi atas kredit  macet untuk kredit program bank,  namun tidak untuk koperasi. 

Pemerintah juga memberikan hak istimewa kepada bank untuk dapat menikmati bantuan likuiditas dalam bentuk Dana Penempatan dan bahkan ikut menaruh modal dalam bentuk skema Modal Penyertaan, dan lagi lagi tidak berlaku fasilitas tersebut untuk koperasi. 

Parahnya lagi, ketika bank mengalami kebangkrutan, pemerintah terus hadir untuk menyelamatkan dalam bentuk dana talangan ( bailout) yang bahkan dalam kasusnya seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI), sebabkan kerugian negara karena dikemplang alias dibawa lari sebesar 640 trilyun yang jika dikurs nilainya saat ini kurang lebih hampir sama dengan satu kali nilai APBN atau 2.500-an triyun. Dan lagi lagi fasilitas tersebut tidak pernah didapat oleh koperasi. 

Koperasi-koperasi yang ada,  justru oleh pemerintah sering kali malah diperolok-olok. Seperti misalnya pemberian bunga pinjamanya yang terlalu besar lah, dan juga jika terjadi gagal bayar hanya dijadikan sebagai bahan mainan. Bahkan sampai saat ini tugas dari satgas penanganan koperasi gagal bayar yang dibetuk belum juga satupun yang telah tunjukkan prestasinya telah mampu selesaikan masalah koperasi. 

Berangkat dari kerangka kebijakan yang ada tersebut, sebetulnya dapat kita katakan bahwa sebetulnya dengan sengaja Kementerian Koperasi dan UKM dan pemerintah pada umumya  itu sesunguhnya secara sengaja dan sistematik telah membunuh koperasi. 

Tak hanya itu, bahkan pihak Kementerian Koperasi dan UKM yang harusnya berdiri di garda depan untuk membela koperasi namun secara vulgar dan terang benderang mendukung kebijakan pembentukan Holding Ultra Mikro yang dikembangkan bank yang jelas-jelas ini akan segera membunuh koperasi simpan pinjam secara sistematik dan masif. 

Padahal, jika Kementerian Koperasi dan UKM atau pemerintah itu dapat merealisasikan saja LPS maka saya yakin masyarakat akan memilih untuk menaruh uangnya di koperasi, sebab apa ? sebab sama sama merasa aman seperti ketika menabung di bank. Bedanya, di koperasi keuntunganya akan dikembalikan ke nasabah/anggotanya, anggota koperasi akan ikut mengontrol jalannya perusahaan secara langsung dan terlibat seluruhnya dalam pengambilan kebijakan koperasi. Seperti ikut memilih dan dipilih jadi komisaris/ pengurus dan pemgawas dll, tidak seperti di bank, karena di bank semua itu dikendalikan oleh segelintr investor pengendalinya. Kita juga akan menjadi negara yang sektor keuanganya kuat seperti Jerman yang koperasinya kuasai pangsa pasar keuangan negara itu hingga 74 persen atau jadi bank terbaik seperti di Canada, Perancis dll.[***] 
 

*) Ketua AKSES