telusur.co.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) khususnya Inspektorat Utama (Irtama) BNPB segera melakukan audit penggunaan dana bantuan hibah yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat (Pempus) kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura sebesar Rp275 miliar pada 2020 lalu. Dana tersebut untuk membiayai pascabencana banjir bandang dan longsor Sentani 2019.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Forum Peduli Kemanusiaan (FPK) Kabupaten Jayapura, Astus Puraro, kepada wartawan, Selasa (25/10/2023).
"Saya minta kepada Kepala BNPB untuk menginstruksikan kepada Inspektorat BNPB mengaudit dana sebesar Rp275 miliar," pinta Astus.
Dalam pernyataan sebelumnya di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Astus mengatakan dana bantuan pemerintah pusat untuk rekonstruksi dan rehabilitasi lokasi maupun korban yang terdampak dari bencana banjir bandang dan longsor 2019 itu tidaklah tepat sasaran. Bahkan diduga digunakan untuk proyek fiktif.
"Banyak dana hibah tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan petunjuk teknis (Juknis).
"Seharusnya, anggaran tersebut diberikan secara langsung kepada masyarakat bukan di pihakketigakan atau di proyekkan," ujarnya.
Astus juga mengatakan, bencana banjir bandang dan longsor yang menyapu Kota Sentani dan beberapa distrik lainnya seperti Waibhu dan Raveni Rara tidak hanya menyapu dan menelan korban Orang Asli Papua (OAP) melainkan seluruh masyarakat yang ada di tiga distrik tersebut, termasuk masyarakat Nusantara yang bermukim di kaki Gunung Cycloop.
"Bukan hanya OAP yang menjadi korban, saudara-saudara Nusantara kita juga ada yang menjadi korban atas bencana tersebut," ujarnya.
Menurut Astus, anggaran dari pusat seharusnya digunakan untuk reboisasi lingkungan, normalisasi drainase dan sungai. Bukan di pihakketigakan," kata Astus yang juga Sekretaris PPLH Kabupaten Jayapura.
Pemerintah daerah, kata Astus tidak merespons pengaduan dan keluhan warga tersebut.
"Entah masalahnya di mana, sampai aksi dan upaya yang kita lakukan ini tidak pernah diindahkan. Kami bersuara berdasarkan hati nurani, untuk saudara-saudara kita karena ada yang menjadi korban," kata Astus.
Astus menegaskan, jika Kepala BNPB tidak menurunkan Inspektorat Utama untuk melakukan audit penggunaan anggaran hibah tersebut, ini artinya BNPB mendukung adanya tindak pidana korupsi dari anggaran ratusan miliar.
"Banyak korban yang jatuh dari bencana itu, ada anak, istri, suami dan keluarga korban banjir bandang yang meninggal. Bahkan sampai hari ini ada yang belum ditemukan," harap Astus.
"Karena itu, kami memohon agar BNPB melalui Inspektorat Utama agar segera melakukan audit kembali penggunaan dana hibah tersebut," tambahnya.
"Sekali lagi, saya memohon agar Kepala BNPB segera menginstruksikan kepada Inspektorat Utama BNPB untuk mengaudit ulang anggaran hibah itu," pungkas pria yang juga Sekretaris Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Jayapura itu.[iis]



