telusur.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mengusut oknum Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diduga meminta uang Rp 12 miliar untuk mengubah audit keuangan Kementerian Pertanian (Kementan) supaya mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Hal ini merespons fakta persidangan yang muncul dalam sidang terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) Cs.
"Banyak fakta-fakta menarik dalam persidangan terdakwa Pak Syahrul Yasin Limpo tentu fakta persidangan dicatat dengan baik. Ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh, sehingga konfirmasi dari saksi-saksi lain menjadi sebuah fakta hukum," ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, melalui keterangannya, Jumat (10/5/24).
Ali mengatakan, seluruh keterangan sejumlah saksi yang tercatat di fakta persidangan, nantinya akan dilaporkan jaksa dalam laporan penuntutan.
Bahan itu, dianalisis lebih lanjut oleh tim KPK untuk melakukan pengembangan kasus pengusutan kasus korupsi di Kementan.
"Laporan perkembangan penuntutan, itulah sebagai dasar pengembangan perkara yang fakta-faktanya muncul dalam proses persidangan," katanya.
Selain itu, tim penyidik KPK kemungkinan bakal memanggil sejumlah nama oknum BPK tersebut untuk mengusut aliran uang dalam pengkondisian predikat WTP itu melalui berkas perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) SYL.
"Sangat mungkin tim penyidik, juga memanggil nama-nama orang yang kemudian muncul dalam proses persidangan untuk menelusuri lebih jauh terkait aliran uang," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto, mengungkapkan dalam sidang bahwa Oknum BPK meminta uang Rp 12 Miliar ke Kementan untuk mengkondisikan hasil audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2021. Namun, hanya disanggupi dibayar Kementan Rp 5 miliar.
"Akhirnya apakah dipenuhi semua permintaan Rp 12 miliar itu atau hanya sebagian yang saksi tahu," tanya jaksa KPK pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakpus, Rabu (8/5/24).
"Saya dengar mungkin, kalau nggak salah, sekitar Rp 5 miliar atau berapa," jawab Hermanto.
Jaksa kemudian menanyakan sumber uang yang digunakan. Hermanto tak mengetahuinya secara detail, tapi disebut berasal dari vendor.
"Itu kan saksi tahunya Pak Hatta yang urus Rp 5 miliar itu? Pak Hatta dapat uangnya dari mana?" tanya jaksa.
"Vendor," kata Hermanto.
Hermanto menilai, program food estate menjadi hambatan Kementan mendapatkan predikat audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Ia pun mengaku, ada oknum anggota BPK yang melobinya untuk mendapatkan predikat audit tersebut.
"Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya, ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu," kata Hermanto.[Fhr]