telusur.co.id - Rasio kredit bermasalah pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM meningkat menjelang berakhirnya masa restrukturisasi kredit Covid-19.

Berdasarkan data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) kredit UMKM selama periode tahun kalender terlihat merangkak naik hingga berada di level 3,87 persen pada September 2023. 

Pada akhir tahun 2022, NPL kredit UMKM berada pada level 3,41 persen dan berimbas pada keuntungan dan kinerja perbankan.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII RI Mukhtarudin meminta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop-UKM) berkolaborasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membuat program pelatihan, penyuluhan dan pendampingan kepada para pelaku UMKM.

"Khususnya terkait program pemanfaatan digitalisasi pemasaran secara komprehensif," kata Mukhtarudin, Kamis (7/12/23).

Mengingat, lanjut Mukhtarudin, kenaikan NPL kredit UMKM tersebut diduga akibat kinerja sektor UMKM yang belum mampu beradaptasi dengan perubahan dunia bisnis, yang sudah digitalisasi.

Selain itu, Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini mengatakan, perlu juga pelaku UMKM diberi wawasan dan pengetahuan terkait dengan tata cara pengolahan dan pengemasan produk olahan pangan guna meningkatkan kualitas dan daya saing produk UMKM.

Anggota Banggar DPR RI ini pun mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menyediakan sarana dan prasarana seperti infrastruktur internet yang dapat menjangkau UMKM yang berada di daerah-daerah yang belum tersedia jaringan internet.

Kendati demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipastikan melakukan pencadangan perbankan untuk mengantisipasi peningkatan kredit macet, seiring dengan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit yang diharapkan dapat terhindar dari kerugian yang lebih besar.

Mukharudin berharap perbankan untuk lebih selektif dan teliti dalam memilah debitur UMKM, dan pihak perbankan perlu melakukan sosialisasi terhadap para debitur UMKM mengenai berakhirnya masa restrukturisasi kredit. 

"Mengingat kenaikan rasio kredit bermasalah akan berdampak terhadap cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sehingga akan memangkas keuntungan dan memengaruhi kinerja perbankan," pungkas Mukhtarudin.

Diketahui, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah mengatakan ada faktor yang melatarbelakangi peningkatan NPL di BPR.

"Kami melihat beberapa pelaku industri telah mengurangi kredit-kredit restrukturisasi sebagai akibat adanya relaksasi Covid-19, sehingga kredit yang ada telah dinormalisasi sesuai dengan POJK (Peraturan OJK) yang berlaku, akibatnya terjadi kenaikan NPL," ujar Tedy. [Tp]