Kuasa Hukum APHA Terima Kuasa Para Tokoh Adat Dorong Pembentukan Kementerian Urusan Masyarakat Adat - Telusur

Kuasa Hukum APHA Terima Kuasa Para Tokoh Adat Dorong Pembentukan Kementerian Urusan Masyarakat Adat

Salfius Seko dari Dayak Tobag (foto kiri), Yanto Ellluway Ondoafe Papua Memberikan Surat Kuasa kepada Victor Santoso Tandiasa dan kawan-kawan (foto kanan)/foto:IST

telusur.co.id - Desakan agar rencana pembentukan Kementerian yang mengurusi urusan masyarkat hukum adat melalui Mahkamah Konstitusi semakin meluas.

Selain Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) yang menjadi Pemohon dalam Perkara No. 67/PUU-XXII/2024, ada enam orang yang juga masuk menjadi Pemohon, dan sudah menandatangani kuasa. Para pemohon merupakan tokoh adat, seperti
Yanto Eluay, ia merupakan tokoh adat Kampung Sereh, Sentani, Papua, selain itu, Salfius Sako yang menjabat Sekretaris Jenderal Majelis Hakim Adat Dayat Nasional, juga Wiwin Indiarti merupakan Ketua Pengurus Daerah AMAN Osing.

Juga Mujianto, Kepada Desa Ngadas/tokoh adat Suku Tengger, Gunritno wagra Seludur Sikep, terakhir Samuel Pakage Warga Papua.

Dengan masuknya Tokoh adat, Aktivis, masyarakat Adat, dan pengajar hukum adat, diyakini akan memperkuat kedudukan hukum para pemohon dan menunjukan besarnya harapan masyarakat adat yang ada diseluruh Indonesia, agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon sehingga terdapat mandat konstitusional yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi kepada Pemerintah, untuk membentuk Kementerian yang mengurusi urusan Masyarakat Adat.

Salah seorang Kuasa Hukum Para Pemohon, Viktor Santoso Tandiasa menyatakan, sebagaimana diketahui urusan masyarakat adat terpecah dibeberapa kementerian, dan setiap kementerian yang mengurusi urusan masyarakat adat banyak yang kurang memahami tentang urusan-urusan masyarakat disetiap masing-masing adat, sehingga kerap menimbulkan penolakan yang berakibat pada terlanggarnya hak-hak dari masyarakat adat yang sejatinya sudah ada jauh sebelum negara ini terbentuk.

Dan yang paling ironis dimana tidak jarang masyarakat adat yang ingin mendapatkan status sebagai masyarakat hukum adat melalui penetapan pemerintah daerah, permohonannya tersebut ditolak dengan alasan yang tidak jelas, sehingga kerap tidak bisa mendapatkan hak-haknya untuk mengurusi urusan pemerintahan.

"Termasuk mengurus perda adat yang kemudian sering mendapatkan penolakan karena ketidakpahaman pemerintah terhadap urusan adat yang diminta untuk dimuat dalam perda tersebut," kata Victor dalam keterangan tertulis, Jumat (2/8).

Oleh karenanya sambungnya, menjadi sangat penting adanya kementerian yang mengurusi urusan masyarakat adat termasuk melakukan inventarisir dan memberikan status sebagai masyarakat hukum adat, sebagai bentuk pengakuan negara terhadap eksistensi masyarkat adat sehingga bisa mendapatkan haknya untuk mengurusi urusan pemerintahan yang terkait dengan kepentingan masyarakat hukum adat disetiap daerah yang ada di Indonesia

"Sidang kedua (Perbaikan Permohonan) telah dijadwalkan dan akan digelar pada hari senin, tanggal 5 Agustus 2024, Pkl. 14.30," paparnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengajar Hukum Adat mengajukan Pengujian Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk urusan masyarakat Hukum Adat, sehingga diharapkan dengan masuknya urusan masyarakat hukum adat dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, akan menjadi Dasar Dibentuknya Kementerian yang Mengurusi Urusan Masyarakat Hukum Adat.(fie)


Tinggalkan Komentar