telusur.co.id - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya (FH Unesa) melakukan Study Visit ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur (Kanwil Kemenkumham Jatim).
Kunjungan mahasiswa Unesa tersebut untuk berdiskusi dan menambah informasi terkait peran Kementerian Hukum dan HAM dalam mengawal Hukum Nasional serta Hak Asasi Manusia (HAM). Rabu, (29/5/2024).
Mahasiswa FH UNESA juga diberikan kesempatan untuk berkeliling mengunjungi fasilitas serta pelayanan-pelayanan Masyarakat yang ada di Kanwil Kemenkumham Jawa Timur itu. Sejumlah mahasiswa diperkenankan melihat pelayanan imigrasi, pengurusan dan pelayanan paspor, serta pelayanan pendaftaran merek.
Kepala Bidang Hukum Kanwil Kemenkumham, Haris Nasiroedin S.H., M.H. menjelaskan bahwa, Kanwil Kemenkumham memiliki tugas dan fungsi melakukan pelayanan di bidang administrasi hukum umum, kekayaan intelektual, dan pemberian informasi hukum. Dan terkait HAM Kanwil Kementerian memiliki keterbatasan wewenang, yaitu hanya sebatas melakukan penyuluhan dan pemberian informasi terkait HAM.
Menurut Haris, hukum di Indonesia haruslah berdasarkan dengan kebutuhan masyarakat, maka karena itulah dibentuklah KUHP nasional yang menggantikan KUHP lama peninggalan Belanda.
Dengan adanya KUHP Nasional yang mulai berlaku Januari 2026, orientasi keberlakuan Hukum di Indonesia tidaklah lagi kaku dan hanya berfokus kepada kepastian hukum, melainkan harus berorientasi pada social legal atau hukum yang dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan Masyarakat.
"KUHP Nasional mulai berlaku Januari 2026 menggantikan KUHP lama peninggalan Belanda, agar menyesuaikan kebutuhan hukum masyarakat di Indonesia,” papar Haris.
Menyikapi pendapat Kabid Hukum Kanwil Kemenkumham Jatim, salah satu mahasiswa yang sangat antusias dan aktif dalam sesi diskusi tersebut yaitu, Arsyad Habibillah. Ia berpendapat sekaligus mempertanyakan wewenang Kementerian Hukum dan HAM.
“Kami selaku mahasiswa dari Fakultas Hukum mempunyai harapan besar dengan terbentuknya KUHP Nasional sehingga hukum bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun menurut saya, kepastian hukum tetaplah diperlukan agar tidak terjadi penafsiran-penafsiran hukum yang menguntungkan kalangan tertentu saja.
“Selain itu, kami mahasiswa sebenarnya memiliki trust issue kepada pemerintah, apakah pemerintah memang benar melakukan pengawalan dan penegakan terkait Hak Asasi Manusia, mengingat sejarah pelanggaran HAM di Indonesia yang korbannya adalah para aktivis tahun 98 yang hilang dan tidak ada kejelasan hingga detik ini,” urai Habib, sapaan akrabnya.
Merespon dari pertanyaan mahasiswa tersebut, Haris mengataka, “Hukum di Indonesia memanglah harus lebih fleksibel dengan mengutamakan kebutuhan masyarakat. Kita sekarang harus bertransformasi agar penerapan hukum ini tidak kaku.
“Selain itu, mengenai HAM, Kanwil Kemenkumham Jatim memiliki keterbatasan wewenang yakni, hanya sebatas dalam penyuluhan dan edukasi HAM kepada masyarakat,” tutup Haris. (ari)