telusur.co.id - Oleh : Adi Agus Setiawan, M.A.P.
Desa Lancang kuning merupakan suatu wilayah yang masuk didalam penguasaan kawasan Bintan Utara secara administratif. Desa Lancang Kuning sendiri merupakan satu-satunya wilayah pedesaan yang ada di Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, sehingga wilayah ini memiliki kekhasan di antara 4 wilayah yang lain yang secara administratif merupakan wilayah kelurahan.
Menurut Prof. Drs. H.A.W. Widjaja, desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang di dalamnya memiliki struktur berdasarkan sifat-sifat istimewa. Di dalamnya termuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat, adanya keanekaragaman serta adanya otonomi pemerintahaan yang demokratis.
Jika kita merujuk pada pandangan di atas tentang desa, maka secara otomatis yang terlintas dalam pikiran adalah suatu wilayah yang ramai penduduknya dengan berbagai latar belakang suku dan agama, adanya keterlibatan warga secara sukarela dalam tiap-tiap hal yang mengedepankan urusan kemajuan desa.
Ditambah dengan adanya bentuk pemerintahan desa yang secara teknis memiliki nilai-nilai demokratis yang berdaulat pada tataran akar rumput masyarakat. Sehingga dalam kalkulasinya tentu secara umum akan terasa dinamis dalam mengelolanya.
Kembali pada tajuk tulisan, penulis sengaja memilah kosakata kesejahteraan dan peraturan dalam judul ini untuk disematkan menjadi judul yang menggambarkan situasi yang cukup dinamis pada kondisi saat ini karena dalam beberapa bulan terakhir persoalan desa Lancang Kuning cukup menjadi isu hangat bagi sebagian kalangan masyarakat Bintan khususnya yang berada di sektor utara dan sekitanya, terlebih kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki konsentrasi terhadap isu-isu kebijakan dan manajemen pembangunan di kabupaten Bintan.
Proses pembangunan yang ada di desa Lancang Kuning pada tahun 2024 terancam terhenti atau tertunda sampai dengan waktu yang belum diketahui setelah adanya informasi hilangnya uang kas desa yang sejatinya diperuntukkan pada alokasi penyertaan modal bagi BUMDes untuk proses pemberdayaan masyarakat hilang setelah adanya transaksi yang keluar dari rekening kas desa tersebar melalui media pada Januari lalu.
Hal ini tentu sangat bersifat serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus bagi masyarakat terutama lembaga pemusyawarat desa yang memiliki fungsi pengawasan melekat dalam setiap proses-proses pembangunan di desa, mulai dari tahap perencanaan hingga implementasi dan evaluasi bersama.
Jauh sebelumnya, persoalan maladministrasi yang mengakibatkan benturan pada kasus hukum juga telah dialami oleh mantan kepala desa yang juga merupakan penanggung jawab pengelolaan keuangan desa secara keseluruhan, sang kepala desa terbukti secara sah dan sadar melakukan penyelewengan keuangan yang dikelolanya.
Dan kembali lagi bahwa, fungsi pengawasaan yang ada diamanatkan dalam peraturan pada lembaga desa juga perlu dikaji, apakah penyimpangan yang terjadi di desa merupakan adanya unsur kelalaian yang ada didalam pemerintahan desa ataukah ada faktor tambahan tentang lemahnya pengawasan, sehingga memunculkan kesempatan yang digunakan oleh oknum-oknum untuk bermain anggaran desa.
Menurut Mulyanto (2013) ada beberapa hal indikator pembangunan desa :
1. Kapasitas aparatur dan jangkauan pelayanan publik
Pembangunan desa dapat diukur dari aspek kapasitas yang dimiliki oleh apartur desa yang memiliki peran dalam menjalankan fungsi pembangunan serta memberikan pelayana terhadap masyarakat.
2. Kekayaan desa
Pembangunan desa juga dapat diukur dari aspek perekonomian dan sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana ekonomi yang telah disiapkan seperti adanya BUMDes dan lembaga ekonomi yang aktif dan berjalan untuk menggerakan ekonomi warga.
3. Kesejahteraan masyarakat
Desa yang membangun dan memberikan perhatian pada masyarakat khususnya pada wilayah yang sedang berkembang
4. Pendidikan masyarakat
Mencerdaskan kehidupan masyarakat dengan berbagai program rutin dan berkelanjutan serta stimulan
5. Kesejahteraan keluarga
Masyarakat yang sejahtera dapat dilihat dari kesejahteraan keluarga dan desa mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga melalui pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Persoalan pembangunan desa untuk kesejahteraan masyarakat yang menjadi prioritas utama sebagaimana yang tertuang dalam amanat UUD serta pedoman teknis yang tertuang dalam Permendes No 7 Tahun 2023, sepertinya harus kembali dikaji dan diteliti secara bersama-sama dengan berbagai stakeholder dan elemen masyrakat desa, sebab hal ini menjadi abu-abu jika polemik hukum yang sedang berjalan tidak terselesaikan.
Berdasarkan hasil audit sementara yang dilakukan oleh inspektorat Bintan terkait persoalan ini, menyimpulkan adanya selisih anggaran pada kas desa, tentu ini memiliki dampak yang tidak baik dalam proses pembangunan serta berimbas pada terhentinya pelaksanaan kegiatan yang telah masuk dalam tahap perencanaan kerja (RKP) Tahun 2024 dikarenakan sampai saat ini belum adanya penetapan APBDes untuk tahun berjalan.
Tentu hal ini sangat mengganggu jalannya roda pemerintahaan di desa lancang kuning, dengan terjadinya kasus hilangnya dana desa yang diperuntukkan pada program pemberdayaan masyarakat tentu mengarah pada adanya indikasi pada tindakan melawan hukum yang perlu menjadi perhatian khusus para penegak hukum di jajaran kejaksaan maupun kepolisian, dan hal ini pula yang menjadi kendala bagi pemerintah desa untuk melakukan penetapan APBDes tahun 2024.
Akankah penegak hukum melakukan penegakan dalam pelanggaran peraturan yang terjadi saat ini atau masayarakat yang harus lebih sabar menunggu akan adanya realisasi bantuan ekonomi menjelang perayaan hari kemenangan Idul Fitri.
*Penulis adalah Pemerhati Sosial.