Langkah Hukum Jokowi soal Ijazah Palsu Jadi Pelajaran Berdemokrasi - Telusur

Langkah Hukum Jokowi soal Ijazah Palsu Jadi Pelajaran Berdemokrasi


telusur.co.id - Langkah Presiden ke-7 RI Joko Widodo melakukan upaya jalur hukum terkait tudingan ijazah palsu terhadap dirinya, merupakan pelajaran penting dalam berdemokrasi.

 "Apa yang ditunjukkan Pak Jokowi merupakan terobosan strategis sekaligus pelajaran bagi semua orang tentang bagaimana demokrasi hukum seharusnya bekerja," kata pengamat politik Boni Hargens dalam diskusi bertajuk, "Langkah Hukum Jokowi, Pelajaran Berdemokrasi" yang digelar oleh Gerakan#IndonesiaCerah di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Boni menjelaskan, dalam negara demokrasi, setiap warga negara berdiri pada jarak yang sama jika ditarik dari garis Konstitusi. Artinya, lanjut doktor lulusan terbaik Universitas Walden Amerika Serikat itu, setiap orang sama di mata hukum.

"Implikasinya, siapa pun harus tunduk pada supremasi hukum. Mereka yang menempuh cara jalanan dengan mengerudug rumah Jokowi di Solo sambil mengusung narasi hoaks soal izasah Jokowi, harus sadar bahwa Indonesia adalah negara hukum. Mereka harus mempertanggungjawabkan tudingannya di ruang hukum, bukan dengan membuat kegaduhan di tengah masyarakat", lanjut Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia tersebut. 

Boni juga menyampaikan ucapan terimakasihnya pada Jokowi. "Saya berterima kasih ya pada Pak Jokowi karena Beliau memberikan teladan yang sangat bagus di dalam hidup berdemokrasi. Bahwa kalau orang memprotes, orang melakukan aksi perlawanan, atau menuding pihak lain, semua bisa diselesaikan lewat proses hukum.Nah, semua kita memang harus menghargai rule of the game dalam sistem demokrasi hukum. Jadi apa yang dilakukan Pak Jokowi itu terobosan yang bagus dan teladan yang menghidupkan demokrasi hukum," ulasnya. 

Boni melanjutkan, mereka yang menuding ijazah palsu Jokowi harus dapat membuktikannya di pengadilan dan tidak asal tuduh atau menebar fitnah.

"Bahwa orang-orang ini yang terus secara konsisten menuding bahwa ijazah Pak Jokowi itu palsu harus berhadapan dengan pengadilan. Karena di dalam proses persidangan itu kan otomatis barang bukti akan dihadirkan, yaitu ijazah aslinya. Nah ini sangat bernilai karena dapat akan mendidik masyarakat Indonesia bahwa kita tidak bisa melakukan fitnah atau hoaks apalagi dengan motif politik tertentu yang dilakukan secara berjemaah, vulgar, konsisten dan simultan,"sambung mantan Dewan Pengawas Lembaga Kantor Berita Negara (LKBN) ANTARA tersebut. 

Saat ditanya lebih lanjut mengapa Jokowi kerap disudutkan, Boni menduga bahwa ada beragam motif yang sengaja dihembuskan oleh ragam kelompok yang mempunyai aneka kepentingan berbeda-beda. 

"Kita semua tahu, bahwa sejak awal Pak Jokowi ini kerap menjadi sasaran tembak untuk disudutkan dengan berbagai isu negatif. Ya contohnya, ketika karir awalnya setelah menjabat walikota Solo lalu hijrah ke Jakarta dalam kontestasi Pilgub lalu berlanjut menjadi presiden dua periode, banyak sekali fitnah, character assassination, yang dilakukan lawan politiknya. Itu banyak sekali sentimen negatif yang , ya bisa dikatakan, untuk membunuh karakternya. Yang kita lihat di permukaan itu kan ada orang bergerombol menuntut soal kepastian ijazah. Tapi sebetulnya ada kepentingan besar di balik itu terkait kekuasaan 2029. Ada kelompok yang tidak ingin Mas Wapres Gibran itu stabil apalagi makin kuat di dalam posisinya sebagai Wakil Presiden dan yang berpotensi menjadi presiden Indonesia di masa depan. Sudah ada kelompok politi k yang sudah melirik jabatan Wakil Presiden di 2029. Sehingga, tentu saja, mereka sekarang bekerja untuk menghancurkan Jokowi dalam rangka melemahkan posisi tawar dari Mas Wapres Gibran di dalam kancah politik ini menuju 2029 dengan cara menggerus semua legacy Pak Jokowi, " urainya. 

Ia menambahkan, bisa jadi kelompok kepentingan itu berasal dari kelompok politik yang dendam atau sakit hati untuk merebut posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, mungkin juga dark oposition, oposisi gelap, yaitu kelompok pragmatis yang dikecewakan oleh kebijakan-kebijakan Jokowi saat menjabat presiden selama 2014-2024. 

"Seperti pembubaran ormas, kelompok bisnis yang tersingkir, termasuk diduga kelompok yang menuding kekalahan di Pilpres itu sebagai rekayasa politik dari pemerintah pada saat itu dan seterusnya. Jadi kelompok barisan-barisan sakit hati ini, kemudian mengkristal jadi satu gugus politik baru. Dan mereka terus secara konsisten menekan Pak Jokowi, menyudutkan keluarga Pak Jokowi. Karena sasarannya adalah bagaimana menghancurkan citra Pak Jokowi dan legacy politiknya. Supaya masa depan politik dari anak-anak Pak Jokowi itu juga ikut terganggu. Kan itu aja sebetulnya. Dan jangka pendeknya adalah destabilitas politik yang nanti akan merugikan Pak Presiden Prabowo juga. Jadi atas pertimbangan itu pula, langkah Pak Jokowi untuk membawa proses ini ke ranah hukum itu langkah yang sangat strategis dan juga demokrasi," tukasnya. 

Hadir di kegiatan itu, Koordinator Gerakan "IndonesiaCerah, Febry Wahyuni Sabran, Pengamat Politik Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, Pakar Kebijakan Publik dari Wellbeing Technology, Asep Kususanto, dan Analis Ekonomi Politik Mardiyanto.[Nug] 

 

 


Tinggalkan Komentar