telusur.co.id - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menolak aksi korporasi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) berupa rencana privatisasi melalui skema penawaran saham perdana ke publik atau Initial Public Offering (IPO).
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi, memuji sikap Serikat Pekerja Pertamina tersebut. "Masyarakat berterimakasih kepada FSPPB yang melakukan aksi atas penolakan rencana privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melalui skema penawaran saham perdana atau IPO ini,” kata Uchok kepada wartawan, Senin (20/2/23).
Aktivis '98 itu mengaku khawatir, dibalik aksi korporasi tersebut patut diduga sebagai upaya kamuflase atau kedok guna menjual aset sebenarnya. "Patut diduga privatisasi yang dilakukan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) ini sebagai kamuflase atau kedok saja untuk menjual aset negara dan otoritas perusahaan dikendalikan swasta. Ini sangat berbahaya sekali. Tidak punya duit langsung main jual-jual aset negara melalui penawaran saham perdana atau IPO,” bebernya.
Karena itu, masyarakat mesti melakikan penolakan dibalik rencana aksi korporasi PT PGE yang akan melakukan privatisasi melalui skema IPO. "Maka semua rencana IPO harus ditolak," pungkasnya.
Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) siap untuk melakukan initial public offering (IPO) senilai Rp 9,8 triliun. PGE telah mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menawarkan saham di Bursa Efek Indonesia.
Direktur Keuangan PGE Nelwin Aldriansyah mengatakan PGE bakal melaksanakan penawaran umum saham perdana pada 20 hingga 22 Februari 2023. “Kemudian dilanjutkan dengan pencatatan efek di lantai bursa pada 24 Februari 2023,” kata Nelwin melalui keterangan resminya, Jumat (17/2/23).
Emiten berkode saham PGEO tersebut membidik dana maksimal Rp9,78 triliun dari pelepasan sebanyak-banyaknya 25 persen saham ke publik dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO atau maksimal 10,35 miliar saham biasa dengan harga pelaksanaan Rp 820 hingga Rp 945.
“Kami menyisir berbagai alternatif pendanaan untuk mendukung rencana pengembangan kapasitas terpasang perseroan sebesar 600 MW hingga 2027 mendatang,” kata Nelwin, dikutip dari Tempo.[Fhr]