telusur.co.id -Oleh : Agus Widjajanto , Praktisi Hukum, Pemerhati Politik dan Sosial Budaya.
Maraknya konten dimedia sosial dan tulisan serta ungguhan dimedia online dan cetak , yang akhir akhir ini sudah menjurus pada ujaran kebencian atas sesama anak bangsa , dan juga ada konten dan tulisan yang telah merendahkan lambang negara , baik terhadap Presiden , Anggauta DPR, Lembaga Mahkamah Kontitusi , antar ulama yang menyerang golongan ulama lain , yang dianggap penampilan nya tidak menunjukan seorang ulama karena berambut gondrong dan tidak tahu aturan tata Krama , hal ini menunjukan bahwa bangsa ini belum memahami dan belum dewasa dalam kontek berdemokrasi dalam kaitan menyampaikan pendapat dimuka umum .
Bahwa alat atau organ dari pada sarana menyampaikan pendapat adalah dari mulut dan lidah kita, yang berupa ucapan , yang sebenarnya ibarat mata uang koin yang mempunyai dua sisi , bisa membumikan demokrasi menjadi baik apabila yang keluar adalah kata kata bijak penuh kelembutan dalam membangun kerukunan , tapi bisa juga menjadi penghancur Demokrasi apabila yang keluar adalah ujaran kebencian dan mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh aturan hukum , baik dari hukum Negara maupun. Hukum agama.
Ajakan kontemplasi diri
Di dalam rongga mulut kita sebagai manusia, ada indera perasa yg namanya Lidah. Dikatakan sbg indera perasa, krn organ inilah kita bisa merasakan makanan atau minuman itu enak/tdk enak, lezat/tdk lezat, manis, pahit, asin, asam, dan seterusnya.... Karena Lidah pula kita bisa memberikan stigma dan/atau predikat pintar "bersilat lidah" kpd orang yg pintar ngomong, berdiskusi, ataupun berdebat; atau ungkapan "memang Lidah tak bertulang, tak terbatas kata-kata" yg ditujukan kpd orang yg suka ingkar janji, suka ngeles, tdk jujur atau tipikal org yg suka menggunakan jurus "pokrol bambu".
Adalah krn Lidah (baca : ucapan) pula, orang (lain) bisa tersenyum, tersanjung, malu, marah, tersinggung, menangis, sakit hati, tertawa, bahagia, sedih, berduka, dan seterusnya. Demikian pula karena Lidah jualah bisa menimbulkan huru hara, malapetaka, persahabatan, perdamaian, perang, permusuhan, baku hantam, fitnah, kebencian, amarah, kerukunan, persaudaraan, cinta kasih, dan lain sebagainya. Singkatnya, yg namanya Lidah (sbg organ tubuh yg bentuknya kecil) itu bisa membawa dampak yg berantai, positif - negatif, hitam - putih, beraneka warna ataupun pelangi dlm kehidupan. Walaupun bentuknya kecil, namun seringkali kita tidak mampu mengendalikan lidah, sehingga dari padanya muncul ungkapan "Mulutmu harimaumu".
Dalam konteks itulah menarik unt merespon dan mengomentari orang - orang yg mengusung kemerdekaan atau kebebasan menyatakan pikiran dgn tulisan ataupun lisan - atas nama HAM dan Demokrasi - lbh cenderung menekankan kebebasan unt kebebasan, seakan kebebasan itu tanpa restriksi atau pembatasan. Dalam kerangka "Democratische-RechtStaat" (Negara Hukum Demokratis), kebebasan yg ditenggang oleh demokrasi dibatasi oleh hukum. Bahwa perlu disampaikan disini Filosofinya sangat jelas, bahwa Demokrasi dan Hukum dalam sebuah negara adalah dua sisi dalam satu mata uang (both side of one coint).
Hukum dan Demokrasi saling membutuhkan satu sama lain , hukum tanpa Demokrasi akan melahirkan Tirani , sedangkan Demokrasi tanpa hukum akan menciptakan Anarki . Untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis butuh suatu pemahaman dari seluruh warga negara secara universal dan utuh sehingga tidak salah tafsir dalam kebebasan menyampaikan pendapat baik secara lesan maupun tulisan dalam sebuah negara Demokrasi sekaligus negara hukum ( Recht Staat )
Hukum dan Demokrasi adalah hal yang saling berkaitan pada sebuah negara yang menganut sistem Demokrasi , bahwa hukum itu sendiri adalah merupakan aturan yang diterapkan oleh negara dalam hal ini pemerintah yang Syah atau otoritas yang Syah untuk mengatur perilaku masyarakat dan mengatur hubungan antara individu dengan individu serta individu dengan negara .
Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis mengandung arti bahwa demokrasi di Indonesia diatur oleh aturan hukum . Sedang subtansinya hukum itu sendiri dibuat dan ditentukan dengan cara yang demokratis saat berdirinya / terbentuknya negara ini oleh para pendiri bangsa , berdasarkan kontitusi negara sebagai aturan hukum tertinggi .
Adalah Hak setiap orang unt menyatakan pendapat (baik secara tertulis ataupun lisan) yg sepenuhnya memperoleh jaminan secara konstitusional dalam UUD 1945 yg dlm pelaksanaannya diatur lbh lanjut dlm berbagai Undang - Undang. Artinya ketika Hak menyatakan pendapat itu diaktualisasikan, dia dibatasi oleh ruang, tempat, dan waktu yg ditentukan dalam Undang-Undang. Demikian pula, konten atau subtansi dan Subyek yg dituju dari hak menyatakan pendapat itu dibatasi oleh hukum. Dalam hal ini, UUD memberikan jaminan atas hak menyatakan pendapat secara tertulis dan lisan (vide Pasal 28) pada satu sisi, namun pd sisi lain UUD 1945 pun menegaskan bahwa :
1. Setiap org wajib menghormati HAM org lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ;
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap org wajib tunduk kpd pembatasan yg ditetapkan dengan Undang - Undang dgn maksud semata-mata unt menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan org lain dan unt memenuhi tuntutan yg adil sesuai dgn pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dlm suatu masyarakat demokratis (Vide Pasal 28 J UUD 1945). Dengan demikian, hak atau kebebasan menyatakan pendapat secara tertulis dan lisan (Lidah manusia) tdk bisa diaktualisasikan sebebas-bebasnya, namun dibatasi oleh Hukum, moral (kemanusiaan), dan nilai-nilai agama yg diyakininya. Bila itu semua dipahami dan disadari oleh kita semua, mk adalah uneducated bagi org - org yg merasa dirinya pintar, hebat, atau super namun tdk bisa mengendalikan lidahnya dgn mengumbar ucapan yg bernada kebencian, fitnah, hoax, permusuhan, provokatif, dan merendahkan harkat, martabat, kehormatan diri org lain. Terlebih ditujukan thd Simbol-simbol kenegaraan kita, apakah itu Presiden, DPR, dan MK sebagaimana dilansir dlm pemberitaan di media masa cetak, elektronik, dan online bbrp waktu belakangan ini.
Kasus konten yang sedang viral di media sosial adalah soal selegram Teyeng Wakatobi dari Pati, yang melakukan konten pada mobil yang dibakar masa dan pemilik dari mobil tersebut merupakan pemilik rental mobil dari Jakarta , yang diamuk masa dan diteriaki maling di Sukolilo Pati . Teyeng Wakatobi dalam konten tersebut menyatakan :
" Kita kasih paham bagi orang yang kurang paham, kita hajar bagi orang yang kurang ajar , Sukolilo bos jangan main main , sambil tangan nya diarahkan ke leher dalam gerakan menggorok leher "
Ini kan jelas profokasi yang mengarah pembenaran pada main hakim sendiri , dan tanpa ada asas praduga tak bersalah , yang justru belakangan terbongkar dari hasil penyelidikan dan penyidikan dari pihak kepolisian ternyata yang diteriaki. Maling justru pemilik mobil yang digelapkan oleh penyewa rental yang mobilnya ada di Sukolilo Pati. Ini adalah contoh kongkret dimasyarakat saat ini , pada sebuah negara Demokrasi dan Negara Hukum. Bahwa
Negeri ini dimerdekakan oleh founding fathers kita dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yg adil - makmur dan damai, bukan untuk dirusak atau dihancurkan oleh orang-orang yang tidak mampu bertanggungjawab mengendalikan Lidahnya dan amarah nya tanpa berpikir terlebih dahulu .