telusur.co.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Luqman Hakim menilai keputusan lima warga Nahdlatul Ulama (NU)/Nahdliyin bertemu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog, merupakan perbuatan tak elok. Pertemuan tersebut juga dianggap telah melukai perasaan masyarakat, apalagi pertemuan dilakukan di tengah kondisi militer Israel yang masih terus menggempur Palestina.

“Saya tidak tahu apa tujuan mereka (warga NU) berlima pergi ke Israel. Tetapi pertemuan mereka dengan Presiden Israel menurut saya tidaklah elok,” kata Luqman dalam keterangan tertulis, Selasa (16/7/24).

“Pertemuan itu juga berpotensi melukai perasaan masyarakat luas yang meyakini kemerdekaan adalah hak segala bangsa, termasuk hak bangsa Palestina,” imbuh Politikus PKB ini.

Luqman mengaku kecewa dengan lima orang nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel tersebut. Sebagai warga Indonesia, para Nahdliyin itu disebut seharusnya tidak menunjukkan dukungan terhadap Israel, terutama karena posisi Indonesia sendiri jelas membela Palestina dalam konflik di jalur Gaza.

“Saya sendiri tentu kecewa dengan peristiwa ini. Saya sudah berkali menyampaikan agar Bangsa Indonesia meningkatkan dukungan kepada perjuangan kemerdekaan Palestina dengan menginisiasi pendekatan dukungan militer bersama negara-negara lain di dunia,” jelas Luqman.

Menurutnya, pendekatan militer diperlukan karena serangan Israel kepada Palestina dinilai tak lagi hanya sekadar penjajahan semata. Luqman menyebut, apa yang dilakukan militer Israel kepada warga Palestina di Jalur Gaza sudah melebihi dari penjajahan.

“Serangan Israel sudah pada level genosida yang bertujuan memusnahkan Bangsa Palestina dari muka bumi, dengan membunuh kaum perempuan dan anak-anak. Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang harus segera dihentikan oleh masyarakat Internasional,” tutur Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI tersebut.

Anggota DPR yang berfokus pada isu-isu keagamaan dan sosial kemanusiaan itu dengan tegas mengutuk aksi kekerasan dan agresi yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Tindakan kekerasan Israel tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat Palestina, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang tua.

“Maka penting sekali kita sebagai warga Indonesia menunjukkan solidaritas dan dukungan kemanusiaan untuk masyarakat Palestina. Tapi yang dilakukan mereka lima warga NU itu justru menunjukkan kebalikannya,” tegasnya.

Meskipun kelima nahdliyin itu mungkin memiliki niat baik dari pertemuannya dengan Presiden Israel, menurut Luqman, hal tersebut menjadi tidak tepat karena dilakukan di tengah situasi saat ini yang sangat sensitif.

“Pada akhirnya, mereka justru membuat Indonesia menjadi tampak seolah-olah tidak bersolidaritas atas tragedi kemanusiaan yang dialami warga Palestina. Biar bagaimanapun mereka masih membawa atribut ke-Indonesiaan saat berada di luar negeri,” tukasnya.

Oleh karenanya, Luqman mendukung rencana PBNU yang akan segera memanggil lima warga NU yang bertemu dengan Presiden Isreel tersebut. PBNU tengah mendalami persoalan ini dan kelima orang yang merupakan cendekiawan muda NU itu akan dimintai tabayun.

“Saya mendukung rencana PBNU memanggil mereka untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban,” ucap Luqman.

“Karena menurut saya, pertemuan mereka dengan Presiden Israel sama sekali tidak ada manfaat bagi Palestina, bagi Indonesia dan bagi NU itu sendiri. Yang mereka peroleh hanyalah publisitas dan sensasi sesaat, yang celakanya menimbulkan luka bagi masyarakat luas,” sambungnya.

Luqman menyebut klarifikasi diperlukan untuk memastikan bahwa sikap lima warga NU itu apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. PBNU juga berencana memanggil pimpinan badan otonom (banom) serta lembaga tempat kelima orang tersebut mengabdi.

Jika ditemukan unsur pelanggaran organisasi, maka bukan tidak mungkin kelima orang tersebut akan diberhentikan dari statusnya sebagai pengurus lembaga atau banom. 

“Sudah tepat rencana PBNU memanggil mereka untuk mendapatkan pembinaan, meski mereka berangkat ke sana atas nama pribadi-pribadi,” pungkas Luqman. [Tp]