telusur.co.id - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP) Jakarta, Andre Vincent Wenas mengungkapkan, bahwa laporan keuangan Formula-E tidak transparan. Menurut Andre, hal itu bisa dilihat lantaran hingga bulan November 2022 ini, DPRD DKI Jakarta masih belum tahu soal laporan keuangan Formula-E. Padahal, saat ini sudah 4 bulan lebih sejak mobil balap listrik itu melewati garis finish.
"Bagaimana kita bisa tahu kalau wakil rakyat Jakarta saja tidak tahu? Kita bisa tahu dari rapat DPRD awal November ini dimana wakil rakyat masih saja mempertanyakan laporan pertanggungjawaban Formula-E yang, sekali lagi, sudah selesai dilenggarakan lebih dari 4 bulan yang lalu," kata Andre kepada wartawan di Jakarta, Selasa (22/11/22).
"Itu kan artinya wakil rakyat kita tidak tahu menahu soal laporan pertanggungjawaban event yang sudah menghabiskan uang rakyat ratusan miliar itu," sambungnya.
Andre menuturkan, berita terkait Formula-E membingungkan karena pihaknya hanya membaca keterangan sepotong-sepotong dari Direktur Bisnis Jakpro Gunung Kartiko di rapat DPRD pada 2 November 2022 via media bahwa pendapatan usaha diperoleh Rp137,34 miliar, beban pokok pendapatan Rp129,5 miliar. Lalu beban administrasi umum Rp1,89 miliar, pendapatan lain-lain Rp2,1 miliar, dan beban pajak final Rp1,56 miliar. Sehingga masih ada positif (untung) sebesar kurang lebih Rp6,4 miliar.
"Tapi… katanya masih ada utang ke Ancol Rp20 miliar, yang kemudian dikoreksi jadi Rp 4,9 miliar. Lalu Gunung Kartiko bilang bahwa utang ke Ancol itu bakal dibayar dengan kerjaan dari Jakpro untuk perbaikan trek, stasiun trem, nursery dan bikinin kandang kucing bagi Ancol," ungkapnya.
"Lalu juga diklaim bahwa perhelatan itu mampu memberi dampak eknomis 0,1% atau sekitar Rp 2,6 triliun. Padahal sejauh ini yang kita ketahui adalah bahwa perihal dampak ekonomi itu hanyalah perkiraan awal dari studi kelayakan pada tahun 2019/2020 saat permulaan event ini diusulkan. Jadi itu semacam isi proposal untuk menjustifikasi usulan kegiatan balapan mobil listrik waktu itu. Lah sekarang nyatanya bagaimana? Gelap," imbuhnya.
Andre menjelaskan klaim tersebut gelap lantaran perkiraan dampak ekonomi yang seperti itu apakah menjadi kenyataan atau tidak mesti dilakukan studi post-factum yang cukup komprehensif. Gegara banyak faktor yang mesti dipertimbangkan.
"Dan...studi dampak ekonomi pasca perhelatan itu tidak ada. Ya, tidak ada, makanya gelap," tegasnya.
Andre menilai alasan Jakpro memberi keterangan yang sama sekali tidak menerangkan itu adalah karena laporan keuangan perhelatan itu belum selesai diaudit oleh BPK, meskipun ada laporan internal Jakpro sendiri.
"Sehingga yang tersisa, seperti yang sudah-sudah, hanyalah kebingungan rakyat, dimana kebingungan itu pun terwakili oleh kebingungan wakil rakyat (DPRD) yang pada rapat Rabu 9 November 2022 kemarin dimana fraksi PSI bertanya kepada Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono," katanya.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi PSI, Idris Ahmad menjelaskan, masalah yang ingin diangkat dan terus diperjuangkan dari awal Fraksi PSI, adalah meminta kejelasan terkait pertanggungjawaban pelaksanaan Formula E.
"Walaupun memang kami paham ini bukan pada masa tanggung jawab Pj Gubernur. Tapi mengingat masih ada 2 tahun pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh Jakarta dan sudah ada uang Rp560 miliar yang dibayarkan sebagai komitmen ini," ujar Idris.
"Nah itu, apakah laporan sementara yang disampaikan Jakpro tadi juga menyertakan soal commitment-fee yang Rp 560 miliar itu? apakah biaya itu diamortisasi? Atau bisakah dikembalikan saja? Sementara ini, kita hanya bisa bertanya kepada rumput yang bergoyang… itu pun di malam hari yang gelap gulita," pungkasnya. [Tp]