telusur.co.id - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan itu diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang, dan Abraham Samad.
Dalam putusannya, MA memerintahkan KPU mencabut dua peraturan yang dinilai memberikan karpet merah kepada mantan koruptor mengikuti Pemilu 2024.
"Karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," demikian dikutip dari Putusan MA, ditulis Sabtu (30/9/23).
Selain itu, MA juga menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh KPU sebagai implikasi dari pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Adapun pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023 mengatur bahwa ketentuan jeda waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana tidak berlaku bagi caleg mantan terpidana yang telah menjalani pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.
Kedua regulasi KPU tersebut dinilai memberi ruang bagi mantan terpidana dengan ancaman lebih dari 5 tahun untuk mencalonkan diri sebagai caleg tanpa melewati jeda waktu 5 tahu
MA dalam pertimbangannya menyebut, pengaturan syarat pencalonan yang ketat bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh anggota legislatif yang terpilih dari hasil pemilu.[Fhr]



