KEPADA seluruh mahasiswa-mahasiswi, mulai sekarang, sebaiknya kuburkan cita-cita kalian apabila ingin menjadi presiden dan wakil presiden di masa depan. Kuburkanlah cita-cita seperti itu.
Buanglah semangat berorganisasi, membangun pengetahuan, menyerap pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh bangsa, tokoh-tokoh dunia. Buang semuanya. Tinggalkan sekarang juga.
Hentikan pembicara-pembicaraan politik, menganalisa masalah setelah turun ke lapangan, meramu solusi-solusinya, kemudian bertindak mewujudkan solusi itu untuk kepentingan masyarakat. Berhenti seperti itu. Tidak ada gunanya.
Suara kalian hanya berupa gumpalan kecil busa buih yang mengambang di sungai, berlahan hilang di tiup angin. Behenti beretorika politik di warung-warung kopi, di kos-kos, di sekretariat-sekretariat organisasi.
Kalau kalian bukan anak presiden, anak ketua atau pejabat teras partai, atau anak konglomerat paling kakap. Jalan kalian akan sangat terjal menapaki posisi tertinggi dalam politik. Itu sulit. Ide-ide yang kalian pelajari, perjuangkan untuk diterapkan, akan kandas, sebelum diwujudkan, jika kalian bukan bagian dari anak, ponakan "orang penting" di atas. Usaha berbalut usia yang mungkin bisa menjawabnya.
Kalian akan sangat sulit memakai jalur siap saji (fast food) dalam berpolitik, seperti yang sekarang menjadi calon wakil presiden. Sebelum melepaskan toga, pertanda selesai menjadi mahasiswa, sebaiknya pulang kampung. Bangun kampung dengan cara kalian. Dengan pelajaran, pengalaman kalian sebagai mahasiswa. Dengan pelajaran yang kalian serap, pelajaran berorganisasi, dan berkegiatan lainnya.
Tak usah mempunyai cita-cita ingin menjadi seseorang yang berguna bagi bangsa dan negara, melalui kekuasaan di tingkat nasional. Benamkan cita-cita seperti itu.
Namun, bila orang tua, keluarga, kerabat kalian ada yang sedang di puncak kekuasaan, bolehlah bercita-cita seperti. Itu sangat membantu. Tidak perlu mempelajari, dan menyerap apa yang dimaksud dengan sematan agent of change di pundak kalian.
Dan kalian juga tak perlu belajar bersusah-susah. Kadang-kadang meninggalkan bangku kuliah demi memperjuangkan nasib masyarakat, mengadvokasi rakyat dalam membantu menuntut haknya. Tak perlu lagi.
Jalan ninja dalam politik, itu sudah nyata. Sangat nyata. Teori yang dipelajari tentang ideal berpolitik, tinggalkan. Cukup pelajari kenyataan dalam politik dewasa ini. Itu bisa menjadi bekal, bila lagi-lagi kerabatmu, orang tua mu, menempatkan kamu, mendidik kamu untuk meneruskan dinasti nya.
Atau, kalau hidupmu tidak seberuntung anak presiden, setelah kuliah bolehlah kalian membangun bisnis, kemudian berdoa bisnis itu menggurita. Supaya menjadi modal kalian terjun ke dunia politik. Atau menyiapkan skoci untuk kalian tempatkan di dunia politik. Dengan biaya yang kau tanggung. Dan orang yang kau jadikan pejabat itu, siap menyerahkan harga dirinya untuk kepentinganmu. Uangmu akan berbicara. Menjadikan mereka sesuka hatimu.
Akan tetapi, membangun seperti itu tidak mudah. Usaha yang kau bangun besar kemungkinan akan sulit menjalar hingga ke semua lini. Akan dibinasakan, ketika kau tidak mau dibina. Mengikuti selera pemodal besar, itu pasti. Apalagi kalau kau berani menganggu-ganggu kenyamanan mereka. Habis riwayat dan hidupmu.
Bisa juga kau belajar berorganisasi sedari mahasiswa, berikutnya masuk organisasi masyarakat yang mempunyai banyak massa. Ada potensi kau akan dilirik. Pejabat dan pemodal butuh massa, untuk jualan mereka. Karena kau punya massa, hidupmu akan terjamin. Cukup kau membela yang patut dibela, sesuai dengan harga yang diterima. Namun, jika kau terlalu cepat lengser, jangan terlalu banyak berharap.
Terakhir, buang semua idealisme dalam hidupmu. Cukup kau pelajari untuk berargumen meyakinkan masyarakat. Ketika kembali ke belakang panggung, tak perlu kau mati-matian mempertahankan idealisme mu. Kau akan mati oleh idealismu.[***]
*) Penulis, Kerani telusur.co.id